Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Jika Anda melintasi kawasan ring road, Jalan dr Mansyur hingga Jalan Setiabudi dan S Parman, Medan, berjejer kafe dan resto lama dan yang baru. Pengunjungnya pun ramai di kala malam hari, apalagi pada saat weekend. Mobil dan motor berbaris parkir. Gejala boomingnya tempat hang out ini menunjukkan betapa kelas menengah sedang tumbuh di Indonesia, tak terkecuali di Medan.
Syahdan, McKinsey Global Institute merilis laporan yang fenomenal: The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential. McKinsey menyebut, Indonesia sudah memiliki 135 juta orang consuming class atau kelas konsumen.
Seperti apa sih gambaran kelas menengah itu? Ya, tidak sampai sekaya konglomerat, tetapi sudah pasti bukan orang yang melarat. Punya rumah di real estate, dan punya mobil walau membelinya dengan mencicil. Lalu, berpendidikan perguruan tinggi, dan punya kartu kredit.
Mereka pun memiliki dana ekstra yang lumayan, di luar dana untuk kebutuhan primer dan sekunder. Tapi, dana ekstra ini seperti pisau bermata dua, selain memiliki keleluasaan memenuhi berbagai kebutuhan, juga mendorong mereka menjadi bergaya hidup konsumtif, apalagi fasilitas kredit berjibun pula di sekeliling.
Eh, fasilitas kredit pun bagai madu dan racun. Madu karena memungkinkan mereka dengan segera memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Tapi juga menjadi racun, apalagi sempat dicekoki oleh semboyan orang-orang konsumtif: Beli Dulu Bayar Nanti.
Akibatnya mereka terbiasa memenuhi selera dan keinginannya, bahkan termasuk yang di luar jangkauan kemampuan mereka. Akibatnya, gawat, cenderung membuat konsumen menjadi maniak untuk berbelanja dan berbelanja, tanpa kendali.
Ketika gaya hidup konsumtif sudah mendarah daging, maka membeli dengan cara mengutang menjadi candu. Tak mustahil, pada suatu hari akan tekor karena terlilit utang. He-he, bersenang-senang dulu bersakit-sakit kemudian, dan lalu terempas kembali menjadi orang miskin. Alangkah elok jika dana ekstra itu dialokasikan ke sektor wirausaha, atau bermain saham, pasti lebih baik.