Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Teringat bencana alam di mana mana, Jakarta, Lebak, Bogor dan Labura, saya terkenang lukisan Utoyo Hadi pada 1992. Dia lukis sisa-sisa pohon yang tumbang dan lapuk. Pada sisa-sisa ranting dan daunannya yang membusuk membentuk lapisan humus itu tumbuh tunas-tunas generasi baru.
Itulah, salah satu lukisan yang dipamerkan pelukis Medan pada Januari 1992 silam di kawasan hutan Taman Nasional Leuser di Bukit Lawang, 90 kilometer dari Medan, yang terhampar di perbatasan Aceh-Sumatra Utara.
Saya ingat Utoyo melukis ditemani mawas mawas yang berloncatan di ranting ranting, di tengah cahaya temaram oleh lebatnya pepohonan.
Selain Utoyo, ada Syamsul Bahri, Amran Eko Prawoto, Machzum Siregar, dan Handono Hadi. Setelah berbulkan-bulan melukis di hutan. muncullah, 60 lukisan di tepi Sungai Bahorok yang sejuk itu.
Wah, betapa kepedulian seniman terhadap konservasi alam. Konservasi alam, dalam bahasa seniman Syamsul Bahri, "Bukan daun yang kupetik, tapi apa kesanku atas daun itu." Atau seperti kata Eko Amran Prawoto, "Hutan itu ternyata indah, tidak buas." Baik Syamsul maupun Eko adalah lulusan ASRI Yogya.
Bagi Utoyo, hutan merupakan sukma, sedangkan kota-kota besar sebagai raga. "Selama ini, sukma cenderung sirna oleh peradaban kota besar," katanya, kala itu.
Memang, tak lagi rahasia jika banyak kaum kapitalis yang menggarap hutan mejadi ladang bisnis. Bahkan, ada yang menggarap hutan lindung menjadi kebun kepala sawit, vila mewah dan perumahan. Belum lagi peladang liar yang merambah hutan di hulu sungai.
Seniman memang prihatin terhadap kerusakan alam yang selama ini menjanjikan keindahan dan fantasi. Keepedulian seniman ini diharapkan bisa berlanjut hingga sekarang. Kita teringat nyanyian The Sting yang berperang melawan industri HPH di Amazona.
Barangkali pelukis Medan dan Sumut bisa menggarap kerusakan hutan di hulu Sungai Deli yang kian sempit, dangkal dan sampah bertebaran. Atau tentang pencemaran Danau Toba.
Kemudian dipamerkan di berbagal plasa dan lobi hotel di Medan. Kerusakan sukma alias hutan harus diarus-utamakan untuk melawan keserakahan orang, atau perusahaan yang merusak kelestarian lingkungan. Tabik!