Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Syahdan, kaum saudagar sejak zaman dahulu kala dianggap sebagai insan yang hanya asyik memburu duit. Dianggap tidak mulia dan kurang terpuji. Mungkin, karena dianggap mata duitan alias matre, kata ABG (anak baru gede) zaman now.
Persepsi bahwa para pedagang dianggap negatif karena misalnya menyewakan tanah, yang berarti penghisapan bagi petani. Bahkan, pemberian kredit yang bisa dilihat sebagai riba, yang diharamkan agama.
Konon, di kalangan orang pedalaman, seperti kaum bangsawan Jawa masa silam juga menganggap para pedagang kurang terpandang. Mereka lebih suka menjadi klerek yang bekerja pada orang Belanda.
Beda dengan orang pesisiran, seperti di Aceh, Tuban dan Makasar, dunia saudagar berkembang karena arus lalulintas perniagaan melalui laut.
Saudagar yang berarti “1001 tipu muslihat” dan beda dengan saudara yang bermakna “1001 cinta kasih” mengandung pengertian, ya, kira-kira, "pemburu rente yang licik."
Padahal, Nabi Muhammad di masa mudanya adalah pedagang. Tak heran jika di kalangan Minangkabau dan suku Bugis di Makasar, berdagang dianggap ibadah.
Tak mencengangkan, jika benih-benih masa silam itu masih menetas hingga ke masa ini. Misalnya, betapa keranjingannya anak-anak muda menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Bertangan bersih dan menjadi abdi negara. Bila perlu menyuap hingga Rp 200 juta pun dilakukan sepanjang lulus menjadi ANS.
Barangkali, itulah sebabnya minat anak muda, sarjana lulusan kampus menjadi seorang wirausaha (entreprenueur) tidak deras. Padahal, salah satu penyebab majunya perekonomian suatu bangsa ditandai dengan banyaknya kaum wirausaha.
Jumlah wirausaha di Indonesia masih 3,1% dari 260 juita jiwa penduduk, atau sekitar 8,06 juta jiwa. Walau sudah melampaui standar internasional sebanyak 2%, namun masih kalah dengan Negara lain.
Sebagai perbandingan Malaysia mencapai 5%, Cina 10%, Singapura 7%, Jepang 11% dan Amerika Serikat 12%.
Berdagang adalah suatu cara untuk meraih kebahagiaan. Jika jujur dan penuh rasa syukur, tak hanya untuk dunia tapi juga kelak di akhirat.