Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Cekak kali, kata orang Medan. Maksudnya, tidak cukup.Terlalu kecil. Atau tidak memadai. Begitulah kesan kita ketika menyimak usulan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara, Ria Telaumbanua agar Festival Danau Toba (FDT) 2020 diubah waktunya menjadi pada 2-5 Juli. Hari Kamis sampai Minggu.
Usulan tersebut disampaikan Ria kepada Komisi B DPRD Sumatera Utara pada rapat dengar pendapat (RDP), Senin (3/2/2020). RDP digelar dalam rangka evaluasi pelaksanaan FDT yang sudah berlangsung sejak 2013.
Kata Ria, FDT 2019 (di Parapat, Kabupaten Simalungun) dilaksanakan pada hari dan momen yang tidak tepat. Pada bulan Desember saat anak sekolah memasuki masa ujian dan di hari Senin sampai Rabu. Akibatnya pengunjung tidak seramai yang diharapkan.
Lalu, di mana dilaksanakan, belum jelas. Tetap dipusatkan di Parapat, Simalungun seperti FDT 2019, juga belum jelas. Atau tetap digilir ke kabupaten-kabupaten di kawasan Danau Toba, masih tanda tanya.
Orang saya kira berharap Ria tampil dengan usulan yang memadai. Misalnya, juga tentang siapa tuan rumah penyelenggaranya alias “suhut sihabolonan” jika mengambil kredo adat Batak. Tentu dilengkapi dengan “parhobas” (para pekerja). Apakah tetap dipegang kalangan birokrasi, atau diserahkan ke dunia swasta, budayawan dan pemangku kebudayaan di kawasan Danau Toba, belum terang benderang.
Mungkin, saya salah, karena siapa tahu ternyata usulan itu sudah konseptual dan menyeluruh. Tetapi jika masih sebatas soal waktu FDT saja, alangkah naifnya. Sebab, waktu terus berjalan. Jika benar awal bulan Juli 2020 dilaksanakan, itu berarti tinggal lima bulan lagi. Sementara persiapan FDT sangat banyak dan tentu saja memakan waktu yang tidak boleh tergesa-gesa.
Komisi B DPRD SU tentu saja akan menempuh sidang-sidang komisi membahas FDT tersebut secara menyeluruh. Sudah pasti akan memakan waktu juga sebelum sampai pada sebuah kesimpulan.
Pertanyaan-pertanyaan bahkan bagaikan gerbong kereta api. Misalnya, apa tema FDT 2020. Ini penting agar keseluruhan acara FDT mendukung dan menyukseskan tema tersebut.
Karena itu perlu disusun rangkaian acaranya. Apa atraksi kebudayaan dan kesenian yang pantas menjadi maskot dan magnet yang membuat wisatawan domestik dan asing terpancing untuk datang.
Lalu, bagaimana promosinya baik secara domestik dan mancanegara. Bagaimana pun sebuah event memerlukan marketing. Halo-halo atau boa-boa dalam bahasa Batak. Jangan sampai FDT 2020 mengulangi FDT sebelumnya yang sepi, dan gagal. Sakitnya tak seberapa, tapi malunya itu!