Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
“Saya seorang Batak,” kata seseorang. “Tapi saya juga Kristen,” lanjutnya. Namun orang Batak lainnya bisa pula menambahkan,”Saya juga Muslim, Buddha” atau agama lainnya.
Hal yang sama juga bisa terjadi pada etnik Jawa, Sunda, Banten, Banjar, Dayak, Papua atau Bali. “Saya Jawa tapi Muslim,” kata seseorang. “Saya Jawa tapi Kristen,” kata yang lain pula.
Demikianlah, identitas sebagai jati diri, atau menurut Stella Ting Toomey, sebagai refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan sebagainya.
Memang, menurut Gardiner W Harry dan Kosmitzkli Corinne, identitas adalah pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan dan sikap dengan orang lain.
Dengan kata lain, identitas adalah kesamaan ciri-ciri dalam hal tertentu dan ciri-ciri yang membedakan manusia yang satu dengan yang lain.
Tapi identitas pun selalu bergeser. Bisa dipengaruhi oleh agama, ideologi dan budaya. Misalnya, seorang Batak yang menyembah Muja Jadi Nabolon, lalu menganut agama langit tapi dia juga adalah orang Indonesia, yang mengakui ideologinya adalah Pancasila.
Muncullah identitas nasional yang mengasosiasikan dengan negara di mana mereka dilahirkan. Walau juga bisa diperoleh dengan naturalisasi karena dia berada di Negara baru yang beda dengan negara asalnya.
Toh, identitas nasional pun dibangun oleh kemajemukan suku. Ada lebih 300 identitas suku bangsa yang tersebar di seantero Nusantara. Belum lagi keragaman agama dan aliran kepercayaan. Termasuk pluralitas bahasa dan kebudayaan.
Yang menjadi rawan adalah ketika terlalu menyadarin perbedaan satu dengan lainnya. Bahkan bisa memicu pemikiran bahwa pihak satu merupakan yang benar dan yang lain adalah salah. Inilah yang berpotensi membuat ketegangan antarpihak yang dapat berujung kepada konflik yang memakan korban.
Misalnya, pernah terjadi antara Suku Dayak dan Madura di Kalimantan. Atau antarpendukung kesebelasan sepakbola(Bobotoh dan Jakmania).
Padahal identitas itu tak beku. Tapi mengalir. Dalam etnik dan agama bisa berbeda tapI sebagai bangsa sama. Bahkan lebih jauh lagi apapun identitasnya tapi semuanya adalah manusia. Mankind is one, kata Bentrand Russel.
Ketika virus Corona menyerang berbagai Negara, banyak Negara yang bersatu mencegah dan melawannya. Beda negara dan bangsa, bahkan suku dan agama, tetapi bersatu menghadapi Corona.
Manusia sejagat bersatu mengatasi Corona tanpa tanpa harus memikirkan identitas para penderita yang beragam Negara, agama dan ras. Hidup harus terus berjalan, apapun identitasmu, Saudara!