Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Ada olok-olok tentang rapat. “Rapat-rapat, ketua mendapat,” adalah contoh sinisme. Namun kalau rapat di jajaran redaksi surat kabar, ada juga anekdot berbeda. Seorang redaktur memperkenalkan dirinya. “Nama si Anu, pekerjaan: rapat. Tak hanya mengedit berita yang dibuat reporter, tapi juga me-rewrite, menulis ulang berita hingga lebih enak dinikmati oleh pembaca.
Sesungguhnya, rapat redaksi, apalagi bagi koran lokal adalah rapat rutin redaksi saban malam, sebelum proses editing redaksional. Satu di antaranya untuk menentukan berita-berita di halaman satu sebagai etalase surat kabar agar pembaca tertarik.
Berbagai usulan dilancarkan oleh para redaktur. Misalnya, berita-berita daerah dan kota agar tak penuh dengan berita nasional yang sudah diborong oleh koran nasional, televisi dan media online. Hal ini diperlukan untuk menciptakan daya saing koran lokal. Perlu ada keberbedan.
Sayangnya, tak semua redaktur mau hadir dalam rapat ini. Jika pun hadir, tak bergairah mengajukan usulan. Apalagi laporan yang disetor oleh para reporter kepada redaksi umumnya adalah berita-berita seremonial yang tidak eye catching.
Mengapa fenomena itu terjadi, tak lain karena rapat proyeksi (perencanaan) kering kerontang. Padahal, di sinilah momen para redaktur, penanggung jawab rubrik berlomba-lomba memproyeksikan usulan berita untuk diliput reporter esok harinya.
Proses share dan diskusi gagasan berita itu semata-mata demi mempertahankan mutu media. Kita menjual “komoditas” mestilah memuaskan pembeli, bahkan mendatangkan rasa bangga bagi pelanggan. Selain juga fungsi pencerdasan, hiburan yang sehat, informasi yang menarik dan penting, sehingga membuat cakrawala konsumen meluas dan melebar.
Rapat perencanaan merupakan hari yang menginspirasi munculnya berbagai ide berita. Giliran berikut pembaca pun bergairah, sehingga oplah menaik yang memancing datangnya iklan. Alhasil, berbuah profitisasi.
Rapat perencanaan juga bisa dilakukan oleh koordinator liputan dan pasukannya, para reporter. Tapi jika rapat reporter hanya dihadiri 2 atau 3 orang, waduh, ini pertanda buruk hilangnya kegairahan profesional. Jadilah berita-berita penuh dengan upacara seremonial atau pers rilis yang membosankan.
Padahal rapat reporter itu bisa seru. Apalagi ada yang mengusulkan berita follow up terhadap berita hangat hari ini. Dia rupanya ingin menulis berita layaknya “cerita bersambung” yang memuaskan keingintahuan pembaca. Ada juga yang mengusulkan berita eksklusif yang tidak dipunyai media lain.
Rapat itu bagaikan brainstorming. Saling curah gagasan hingga muncul ide paling cemerlang.