Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Meski berbagai upaya dilakukan, industri wisata di Indonesia, khususnya di Sumatra Utara (Sumut) tidak juga menunjukkan hasil maksimal. Hal itu salah satunya karena stakeholder wisata di daerah ini belum menemukan konsep yang tepat serta tidak mengikut tren wisata dunia.
Demikian salah satu point dalam diskusi bertajuk Festival Danau Toba, di Balai Arkeologi (Balar) Sumatra Utara (Sumut) Jalan Seroja Raya, Medan, Jumat sore (13/3/2020). Diskusi yang digelar Forum Diskusi Terbatas (Forditas) ini, dihadiri sejumlah pelaku seni, pegiat budaya dan pemerhati wisata.
Salah seorang pegiat seni dan budaya asal Sumut yang bermukim di Jerman, Lena Simanjuntak mengatakan, harus dipahami bahwa wisatawan sekarang ini bukan untuk bersenang-senang, tapi mereka ingin belajar.
"Jadi sebenarnya, sekarang ini bukan kemewahan yang mereka butuhkan. Karena tren wisata sekarang adalah wisata edukasi. Mereka datang ke satu daerah untuk belajar keanekaragaman. Melihat keunikan dan keaslian dan mencari identitas mereka," kata Lena.
Untuk itu, sambung Lena, aspek budaya merupakan hal paling penting. Di Kawasan Danau Toba (KDT) potensi itu berlimpah. Budayanya masih hidup, peninggalan sejarah juga masa ada, kampung-kampung tua masih terawat, ditambah keindahan alamnya yang luar biasa.
"Saya juga heran, kenapa susah sekali mengembangkan potensi wisata KDT. Padahal ada negara yang dikunjungi jutaan mancanegara setiap tahunnya, hanya karena menjual air dan anggur. Sumut punya segalanya, tapi susah sekali. Menurut saya, itu karena konsep dan belum mengikuti tren," kata Lena.
Sebelumnya, pegiat budaya yang juga akademisi Universitas HKBP Nommensen Medan, Manguji Nababan menceritakan pengalamannya saat mengikuti FDT kala masih bernama Pesta Danau Toba.
"Tahun-tahun 90-an, Pesta Danau Toba selalu ramai. Pengunjung memilih tidur di pinggir Danau Toba. Atau live ini di rumah masyarakat. Kalau sekarang, cenderung kemewahan yang mau dikasih sama turis," kata Manguji.
Salah seorang pegiat seni budaya lainnya, Oktavianus Matondang ikut mempertanyakan sasaran FDT. Kalau dari sisi pendapatan, sebenarnya uang yang berputar masih dari masyarakat sekitar. Jadi belum bisa dihitung untungnya secara ekonomi.
"Kalau uang yang berputar adalah uang-uang kita juga, ya sama saja. Atau yang datang kita-kita juga, ya mending kita aja yang berfestival sendiri," kata Okta yang kerap mentas di luar negeri ini.
Kepala Balai Arkeologi (Balar) Sumatra Utara (Sumut) Ketut Wiradnyana mengatakan, diskusi ini digelar untuk menampung berbagai masukan dan ide dari pelaku seni dan budaya untuk membantu pemerintah mewujudkan kunjungan 1 juta turis ke KDT. FDT tahun 2020 sendiri direncanakan berlangsung pada Juli mendatang.