Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Mulanya di Wuhan, Cina pada awal Januari 2020. Tapi kini merebak di 160 negara. Sudah 244.000 orang terinfeksi dan lebih 10.000 orang yang meninggal dunia. Tercatat lebih 86.000 orang sembuh. Begitulah data yang saya jelajahi di internet.
Penyebarannya tak lagi menurut deret hitung. Walau belum seekstrim deret ukur. Penyebaran virus corona sedemikian cepat, sehingga mencemaskan banyak negara.
Maklum, banyak pemerintahan selaras dengan zaman global, diiringi oleh globalisasi, telah lama membuka pintu negaranya untuk keluar masuk arus manusia, dan arus barang.
Arus informasi pun berlangsung sekejab. Sebuah kejadian di New York dalam tempo beberapa menit sudah menyebar ke sudut-sudut dunia, termasuk ke Padanglawas, Sumatera Utara.
Dunia sudah lama terbuka. Bahkan, Rusia, Cina, Kuba dan Korea Utara yang tadinya tertutup sudah terbuka. Meskipun Cina tetap sebagai negara komunis, namun praktek ekonominya sudah kapitalistis dan terbuka dengan hubungan dagang internasional.
Zaman liberalisasi itulah, termasuk lalulintas arus manusia antarbangsa – melalui yang positif terkena virus corona -- yang menjadi kenderaan virus corona migrasi dari satu negara ke negara lain. Bahkan, diteruskan oleh arus manusia – juga melalui yang positif corona -- antardaerah dalam suatu negara.
Tak pelak jika beberapa negara memberlakukan lockdown untuk memutus penyebaran corona. Beberapa negara membatasi arus manusia antarbangsa. Beberapa even olahraga dan seni ditunda. Arab Saudi untuk sementara menghentikan arus umrah ke tanah suci dari berbagai negara.
Beberapa negara menutup tempat hiburan, kafe dan club malam. Meliburkan sekolah dan kampus. Tidak mewajibkan pegawai masuk kantor, tapi cukup bekerja dari rumah alias work from home. Malah untuk sementara tidak melakukan shalat Jumat di masjid dan kebaktian di gereja.
Namun tak berarti zaman global telah tewas. Dia tetap berjalan walau semakin minim pergerakan manusia antarbangsa. Itupun hanya untuk sementara waktu saja. Hubungan diplomatik dan perekonomian tetap berjalan.
Jika “rezim corona” kelak terhempas ke titik zero, globalisasi pun kembali dirayakan oleh dunia. Sekarang tatanan dunia baru terbentang yang membatasi keleluasaan pergerakan manusia. Ah, semoga hanya seumur jagung.