Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Kangen kamu
Sungguh hati bicara
Aku kangen kamu meski jauh
Kangen kamu
Pikiranku ke kamu
Rasa ini tak pernah selesai
Dalam sepi ingat kamu
Di tengah ramai ingat kamu
Kamu…
Lagu terakhir bertajuk “Selesai” yang dibuat Glenn Fredly pada 2019 silam, kini seakan ditujukan untuk diri sendiri. Meskipun sejatinya bercerita tentang seorang yang memiliki cinta luar biasa kepada kekasih lampaunya, sehingga perasaan rindu kian tumbuh.
Glenn meninggal dunia akibat penyakit meningitis atau radang selaput otak pada Rabu (8 April) lalu, di RS Setia Mitra Jakarta. Glenn Fredly dikenal dengan berbagai karya dan penghargaan yang diperolehnya di dunia musik.
Pria kelahiran Jakarta, 30 September 1975 ini merupakan putra Maluku yang gemar menyuarakan pluralisme – kerukunan antaragama dan anataretnik. Glenn juga peduli kepada kaum miskin. Meski ayahnya bekerja di BUMN, tapi di masa kecil ia ikut bersama teman sebayanya menjual kue dan koran.
Presiden Joko Widodo turut berduka. Jokowi menegaskan bahwa karya sang musisi tetap abadi dan kita nikmati.
Tahun lalu, Glenn Fredly mengutarakan agar pemerintah memperhatikan kesejahteraan para pelaku dunia hiburan, baik penyanyi di atas panggung dan juga para insan di balik layar. Misalnya, para arranger, produser dan sebagainya.
Selain sejumlah artis, musisi dan penyanyi, beberapa pejabat turut bersedih atas kepergian Glenn. Misalnya, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Saya ingat Soe Hok Gie pernah menulis: “Seorang filsuf Yunani pernah menulis … nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua.
Kita ingat pula Chairil Anwar “Si Binatang Jalang” pelopor Angkatan ’45 yang termasyhur karena karya dan pribadinya yang kontroversial, namun cukup atraktif untuk dikenang. Chairil Anwar pun “mati muda.” Lahir pada 1922 dan meninggal pada 1949.
Tak terkecuali Soe Hok Gie (1942-1969), pemuda yang menginspirasi sekaligus menyentil banyak orang. Tulisan aktivis UI ini terkenal lantang, tajam, dan analitiknya di harian nasional kerap ditujukan pada pemerintahan kala itu. Nama cendekiawan ini abadi dalam pergerakan mahasiswa.
Namun dia meninggal satu hari sebelum usianya genap 27 tahun, akibat menghirup gas beracun ketika turun dari pendakian Puncak Mahameru, Gunung Semeru.
Ketiganya, Glenn, Gie dan Chairil berjuang di bidang dan zaman yang berbeda. Namun ketiganya telah menorehkan kenangan kepada kita. “Sekali berarti sesudah itu mati,” seperti sebait sajak Chairil dalam puisi “Diponegoro".