Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Ada potensi krisis pangan di tengah pandemi corona. Begitulah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan prediksi dari Food and Agriculture Organization (FAO) saat membuka rapat terbatas secara virtual, Selasa (28/4/2020).
Jokowi pun menginstruksikan para menteri menghitung dengan tepat kebutuhan bahan pokok setiap provinsi. "Mana provinsi yang surplus, mana provinsi yang defisit,” tutur Jokowi
Syahdan, stok beras di 7 provinsi masih defisit. Stok jagung defisit di 11 provinsi, stok cabai besar defisit di 23 provinsi, stok cabai rawit defisit di 19 provinsi. Stok bawang merah juga defisit di satu provinsi dan stok telur ayam defisit di 22 provinsi.
Tak ayal, hal itu dipertanyakan oleh Komisi IV DPR RI dalam rapat kerja dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Senin, 4 Mei lalu. Menjawab hal tersebut, Syahrul berkata bahwa dalam negara yang besar pasti ada yang defisit, dan surplus.
Soal 7 provinsi yang defisit beras, menurut Syahrul, saat ini tinggal 4 provinsi karena pihaknya sudah berkoordinasi dengan Perum Bulog untuk memasok beras ke wilayah defisit tersebut. Yakni, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Maluku Utara. Namun, Kalimantan Utara dan Maluku juga berstatus kuning, atau defisit 10-25%.
Toh, menurut Syahrul, keseluruhan defisit itu bisa diselesaikan dengan melancarkan distribusi pangan dari daerah yang surplus ke yang defisit.
Di atas kertas tampaknya terjawab. Tinggal menunggu seberapa jauh realisasinya. Tapi jangan lupa potensi ini membuka peluang para pedagang melakukan spekulasi.
Jokowi juga menginstruksikan BUMN dan Kementerian Pertanian serta Pemda untuk mencetak lahan-lahan sawah baru.
Menurut Syahrul Yasin Limpo, pihaknya sedang menyiapkan program pemanfaatan 400.000 hektare (Ha) lahan gambut, dan 200.000 Ha lahan kering untuk sebagai lahan pertanian. Total menjadi 600.000 Ha.
Saat ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sedang menyiapkan anggaran untuk program tersebut.
Karena anggaran cetak sawah sudah dinolkan di Kementan, itulah sebabnya BUMN ditugasi untuk melaksanakannya. Pasalnya, banyak BUMN yang memiliki lahan, namun belum dimanfaatkan. Misalnya, lahan PTPN. Bahkan, lahan hutan juga akan dimanfaatkan.
Masih ditunggu, kapan pencetakan sawah ini dimulai dan kapan selesainya. Teramat penting apakah kelak sawah yang dicetak itu menjadi sawah milik BUMN, atau dengan skema tertentu bisa menjadi milik rakyat.
Jangan sampai BUMN menjadi perusahaan pertanian yang sukses, sementara rakyat menjadi penonton.