Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ketua DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Appersi) Junaedi Abdullah membeberkan sejumlah penyebab yang membuat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sulit mendapatkan kredit pemilikan rumah (KPR). Hal-hal tersebut disampaikannya di hadapan para anggota Komisi V DPR RI saat menjelaskan mengenai pemicu defisit atau backlog perumahan di Indonesia.
"Fakta di lapangan memang masyarakat MBR ini masih banyak kesulitan mendapatkan rumah terutama dari sisi aturan dan penyediaan yang dialami," ungkap Junaedi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR RI, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Junaedi bilang data angka backlog sendiri belum diketahui persis jumlahnya. Pasalnya belum ada data backlog yang valid dari beberapa instansi yang menyatakan jumlahnya.
Salah satu penyebab masyarakat MBR sulit mengakses rumah KPR adalah masalah keterbatasan anggaran subsidi perumahan, jumlahnya setiap tahun dinilai kerap tidak pasti dan sangat kecil.
"Sementara kebutuhan terhadap perumahan subsidi sangat tinggi," ujarnya.
Lalu, biaya perizinan dan sertifikasi perumahan juga masih tergolong tinggi. Terutama untuk izin-izin dan biaya-biaya yang tidak tercatat di lapangan masih sangat tinggi.
"Kemudian, kalau ada perubahan aturan selalu tidak ada masa transisinya, ini menimbulkan ketidakpastian berusaha," tambahnya.
Selanjutnya, masih banyak masyarakat MBR terutama pekerja informal yang belum terakomodir oleh perbankan atau tidak bankable.
"Padahal rumah subsidi ini harusnya hak masyarakat yang boleh mendapatkan adalah MBR, cuma karena tidak memiliki penghasilan yang tertulis, tercatat itu yang terpinggirkan oleh aturan ini," imbuhnya.
Kemudian, banyaknya syarat mendapatkan rumah subsidi juga cukup menyulitkan bagi masyarakat MBR. "Sehingga kalau dia melakukan pemenuhan syarat itu, maka dia harus libur bekerja padahal libur bekerja 1 hari adalah makan satu hari hilang, artinya biaya hidup 1 hari hilang," tuturnya.
Tak hanya itu, ada juga hambatan dari sisi teknis yang diberlakukan oleh Kementerian PUPR. Menurut Junaedi, aplikasi SiKasep yang diluncurkan Kementerian PUPR masih sulit diakses oleh masyarakat di daerah terpencil.
"Hambatan terhadap teknis yang diberlakukan oleh Kementerian PUPR melalui PPDPP (Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan) itu menggunakan aplikasi SiKasep, konon katanya SiKasep ini untuk big data permintaan rumah subsidi, tapi faktanya tidak semua masyarakat bisa mengakses aplikasi ini dikarenakan satu pertimbangannya tidak seluruh daerah terjangkau oleh internet, kedua banyak pekerja yang di lapangan misalnya di kebun, nelayan, ini juga tidak terjangkau oleh teknologi ini, sehingga ada ketidakadilan terhadap masyarakat yang lainnya," paparnya.
Ada juga Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang) yang tujuan pembuatannya untuk memudahkan masyarakat MBR memperoleh data perumahan yang akan dipilih malah sering error sehingga menyulitkan masyarakat mendapat verifikasi dari perbankan.
"Sistem SiKumbang yang diberikan PUPR melalui PPDPP ini sering terjadi error. Error ini mungkin kapasitasnya atau apanya kita tidak mengerti atau teknologinya yang belum siap dipaksakan, ini juga sering mengalami hambatan teman-teman untuk realisasi artinya teknologi ini sering meleset, sering tidak tepat," tambahnya.
Untuk itu, ia berharap DPR bisa menyerap hambatan-hambaran tersebut dan menyampaikannya ke pemerintah untuk ditindaklanjuti.
"Jadi hambatan-hambatan ini yang kita alami. Nah ini kita kepenginnya kalau untuk masyarakat yang menerima subsidi sebaiknya ada kesederhanaan persyaratan ya kalau minyak aja, tanpa syarat macam-macam dapat subsidi, kenapa ini rumah subsidi banyak sekali sehingga masyarakat kecil sulit memenuhinya," tandasnya.(dtf)