Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pariwisata Alam Indonesia (APPAI), DR Putra Kaban SH MH meminta Gubernur Sumatra Utara (Sumut), Edy Rahmayadi, meninjau kembali Peraturan Gubernur Sumatra Utara (Pergub Sumut) No 10 Tahun 2020 tentang Penugasan kepada Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Provinsi Sumatra Utara Dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Lokasi Wisata Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan.
Pasalnya, selain menghambat kemudahan berinvestasi di Sumut, Pergub itu juga bertentangan dengan undang-undang dan peraturan pemerintah (PP) yang berkaitan dengan kemudahan berinvestasi.
Hal itu dikatakan Putra Kaban dalam keterangannya di Medan, Kamis (9/7/2020). Menurutnya, banyak kepala daerah mulai gubernur hingga bupati/wali kota tidak memahami peraturan, sehingga 'menabrak' aturan yang lebih tinggi, seperti undang-undang, peraturan presiden dan peraturan menteri. Ini sangat berbahaya, karena bisa berujung pidana.
Putra Kaban mencontohkan, ada anggota APPAI yakni pengusaha pariwisata yang merupakan investor dalam negeri ingin mengelola Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan di Sumut. Angggota APPAI tersebut adalah PT Karo Simalem yang sejak tahun 2012 sudah mengajukan izin kepada Gubernur Sumut, melalui UPT Dinas Kehutanan Tanah Karo dan Dinas Kehutanan Sumut hingga langsung ke Gubernur. Namun hingga kini belum mendapat izin, bahkan tidak ada jawaban pasti yang diberikan kepada investor tersebut.
Terakhir, pada tahun 2019 muncul PT Aneka Industri dan Jasa (AIJ) yang disebut-sebut sebagai perusahaan daerah (BUMD) untuk mengelola Taman Hutan Raya (Tahura) di Karo. Bahkan Gubernur Sumut mengeluarkan Pergub No 10 Tahun 2020 untuk mengesahkannya. Sedangkan permohonan yang diajukan PT Karo Simalem sejak tahun 2012, sama sekali tidak diproses dan tidak ditanggapi.
Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengingatkan kepada kepala daerah agar pengelolaan lahan milik negara tidak membebani APBD. Oleh sebab itu, kalau ada investor yang ingin berinvestasi, jangan dipersulit. Bahkan Presiden juga mengatakan, kalau untuk investor yang ingin berinvestasi, maka picing mata saja teken izinnya, sebab hal itu merupakan pemasukan bagi negara.
"Kita sayang sama Pak Edy Rahmayadi selaku Gubernur Sumut. Kita tidak ingin dia terjebak. Jangan-jangan Pak Edy tidak membaca secara teliti sebelum menandatangani Pergub itu, sehingga nanti bisa merugikan nama baiknya dan bahkan bisa mendapatkan sanksi dari presiden. Sebab permasalahan ini pasti akan kita laporkan kepada seluruh menteri terkait dan mendagri, termasuk Ombusdman RI, disamping mengajukan judical review ke MA", ujar advokat senior di Jakarta ini.
Putra Kaban juga menjelaskan, PT Karo Simalem telah mendapatkan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam PP No 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik, seperti izin lingkungan dan lainnya untuk mengelola Taman Hutan Raya Bukit Barisan di Tanah Karo. Tidak hanya itu, perusahaan tersebut juga telah mendapatkan dukungan penuh dari Bupati Karo untuk membangun dan berinvestasi 'di kampung halamannya' dan sudah dua kali melakukan ekspos di Dinas Kehutanan Sumut beberapa tahun lalu.
Sementara PT AIJ yang muncul ditahun 2019, masih diragukan apakah sudah mendapatkan izin seperti yang didapatkan PT Karo Simalem. Jadi seharusnya, Dinas Kehutanan Sumut memberikan masukan ini kepada Gubernur Sumut atau ke Biro Hukum terkait, sebagaimana proses dalam tata kelola negara.
"Saya sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pariwisata Alam Indonesia melihat ada anggota saya yang sulit mendapat izin untuk berinvestasi di Sumatera Utara, karena ada peraturan daerah dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2019 tentang percepatan kemudahan dalam berusaha," ujarnya.
Untuk itu, Putra Kaban memerintahkan anggota asosiasi yang terhambat investasinya untuk segera mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung. "Saya mengajak anggota asosiasi untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Agung guna membatalkan peraturan gubernur yang menghambat investasi itu," ucapnya. Asosiasi juga akan melayangan surat kepada Mendagri dan instansi terkait lainnya.
"Dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur tentang peraturan gubernur atau peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan okeh Menteri Dalam Negeri," jelasnya.
Sementara Pergub No 10 Tahun 2020 yang dinilai bertentangan dengan PP dan UU diatasnya serta menghambat investasi di Sumut, sebenarnya sudah beberapa kali mendapat sorotan media. Baik media cetak maupun media elektronik terbitan ibukota, telah memberitakan persoalan ini.