Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Belawan. Berbagai strategi penyelamatan yang dilakukan pemerintah belum begitu ampuh untuk memperbaiki kondisi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang sangat terpukul akibat merebaknya pandemi Covid-19 di tanah air. Karena kondisi mereka sulit untuk membuka usaha dalam memenuhi kebutuhan dan mempertahankan usahanya.
Stimulus kredit perbankan kata Ketua Umum Komunitas UMKM Naik Kelas, Raden Tedy kepada medanbisnisdaily.com, Minggu (19/7/2020), hanya dirasakan sebagian kecil pelaku UMKM karena masih ada 70 % pelaku UMKM yang belum tersentuh perbankan. Kebijakan Pajak ditanggung pemerintah untuk UMKM dengan omzet dibawah Rp 4,8 miliar per tahun, sudah cukup baik dan membantu, namun belum maksimal dalam penyelamatan UMKM.
“Baru-baru ini pemerintah menerbitkan kebijakan permodalan untuk UMKM dari kredit perbankan, dimana pemerintah telah menempatkan dana sebesar Rp 30 triliun, untuk pengucuran kredit Rp 100 triliun kepada pelaku UMKM, namun realisasinya masih menunggu dari pihak perbankan,” katanya.
Pada bulan Mei 2020 kata Raden melalui sambungan selular, dia melakukan survey dan kajian terhadap pelaku UMKM dimana dari hasil kajian tersebut, ditemukan 83% pelaku UMKM Indonesia berpotensi stop usahanya. Data kajian menunjukkan 83% pelaku UMKM penjualannya menurun lebih dari 70 % dari sebelumnya. Hampir dalam setiap kesempatan acara pertemuan, diskusi, workshop dan pelatihan, yang dilakukan secara online mendapatkan keluhan betapa dampak yang begitu besar dari Pandemi Covid-19 terhadap UMKM Indonesia.
“Andai pemerintah tidak segera bertindak dengan berbagai strategi dan kebijakan untuk menyelamatkan UMKM, maka potensi 99 juta pengangguran baru benar-benar akan terjadi dan 83 % di antaranya merupakan sumbangsih UMKM yang berpotensi stop usahanya,” katanya.
Pada pertengahan Juli 2020 kata Raden Tedy lagi, dia kembali melakukan survey dan kajian atas kinerja pelaku UMKM di era New Normal, dimana hasilnya pelaku usaha UMKM yang sebelumnya 83% penjualannya turun diatas 70%, saat ini hanya 43% yang masih dalam kondisi turun penjualan diatas 70%. Kemudian 15% pelaku usaha UMKM kembali pada kondisi normal, bahkan penjualan meningkat. Lalu 23% pelaku UMKM yang penjualnnya masih turun dibawah 50% dan UMKM penjualannya turun antara 50% sampai dengan 70%.Data diatas menunjukan adanya perbaikan dari kondisi saat berlakunya PSBB, walau masih 15% dengan kinerja usaha kembali normal.
Menurut Raden, masih dibutuhkan berbagai strategi untuk menyelamatkan 43 % pelaku UMKM dengan penurunan penjualan diatas 70 %, selain pendekatan motivasi secara kontinu, dikarenakan keputusasaan yang berpotensi terjadi pada pelaku UMKM.
Dalam suatu Webinar tambah Raden, seorang pelaku usaha industri pakaian menyatakan bahwa di era New Normal, pesanan atas produknya kembali membaik namun tidak dapat dipenuhi secara baik, karena 4 bulan peralatan yang dimiliki tidak berfungsi dan dalam kondisi memerlukan perbaikan, atau pergantian peralatan penunjang, yang membutuhkan permodalan. Sebagian besar menyatakan masih kesulitan mencari jaringan pasar, dikarenakan 4 bulan tidak aktif dalam usahanya, sehingga pelanggan sebelumnya sudah tidak diketahui lagi.
“Mereka membutuhkan bantuan dalam promosi dan jaringan pasar didalam penjualan produknya,” tutup Raden.