Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Tidak sedikit yang mengira bahwa Raja terkaya di dunia adalah Raja Arab atau Sultan Brunai. Faktanya bukan. Raja Thailand Maha Vajiralongkorn adalah raja terkaya di dunia.
Kekayaannya bahkan mengalahkan gabungan kekayaan keluarga kerajaan Inggris.
Melansir Los Angeles Times, Kamis (15/10), ia tercatat memiliki akses ke salah satu kekayaan kerajaan terbesar di dunia, yakni sebuah perusahaan induk rahasia. Perusahaan tersebut sarat dengan saham di perusahaan blue-chip Thailand dan tanah utama di jantung kota Bangkok.
Vajiralongkorn yang naik takhta setelah kematian ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadec pada 2016 lalu, mengalihkan semua kepemilikan di perusahaan besar yang dikenal sebagai Biro Properti Mahkota (CPB) senilai US$ 70 miliar setara Rp 1.024,7 triliun (kurs Rp 14.639/US$) ke kepemilikan pribadinya.
Pemindahan kepemilikan itu sekarang menjadi fokus gerakan pro-demokrasi yang menuntut transparansi keuangan monarki dan batasan kekuasaan yang sangat luas.
Pada bulan Agustus, mahasiswa di Universitas Thammasat menuntut Raja mengembalikan aset ke kendali Biro Properti Mahkota. Mahasiswa meminta Raja menempatkan aset tersebut di bawah pengawasan pemerintah. Beberapa pengunjuk rasa juga menyerukan boikot terhadap Siam Commercial Bank, di mana Raja memegang hampir 24% saham bank tersebut.
"Ketika para pengunjuk rasa berbicara tentang monarki sebagai sebuah institusi, CPB adalah intinya," kata seorang dosen di Thammasat dan kandidat doktor dalam hubungan internasional di USC, Pongkwan Sawasdipakdi.
"Salah satu hal utama yang dipikirkan orang adalah bagaimana monarki dapat mengumpulkan kekayaan yang sangat besar dan kita tidak benar-benar tahu apa-apa tentangnya," sambungnya.
Sang Raja memang dikenal dengan gaya hidup mewah. Selama pandemi Corona berkecamuk di Negeri Gajah Putih, Raja lebih sering berada di Jerman ketimbang mengurus rakyatnya.
Sama halnya dengan negara lain di dunia, pandemi Corona juga turut menggerogoti keuangan negerinya. Namun, Raja satu ini dilaporkan tetap saja hidup dengan kemewahan yang ia miliki saat ini.
Oleh karena itu, puluhan ribu demonstran melalukan unjuk rasa sejak awal musim panas, kebangkitan politik yang luar biasa di negara yang menghapuskan monarki absolut demi sistem parlementer pada tahun 1932.
Para pengunjuk rasa bahkan menuntut penggantian sistem pemerintahan menjadi demokrasi. Tentara, dengan dukungan kerajaan, telah menggulingkan pemerintahan sipil dan sekarang mengontrol parlemen dan hampir semua lembaga negara.
Dalam sebuah makalah tahun 2015 yang ditulis oleh Porphant Ouyyanont, seorang akademisi Thailand menyebut militer pada gilirannya sejalan dengan Raja. Dalam makalah itu diungkapkan bahwa militer memiliki kepentingan besar memasuki hampir setiap bidang penting dalam kehidupan ekonomi Thailand.
Dibuat pada tahun 1936 untuk mengelola aset institusional mahkota dan menutupi sebagian pengeluarannya, biro ini sendiri memang beroperasi secara legal, bukan lembaga pemerintah atau lembaga swasta, atau bagian dari Istana. Dewan direksi, yang dipilih sendiri oleh Raja, tidak merilis laporan keuangan. Sebagian besar kepemilikannya, terutama di darat, tetap menjadi misteri.
Namun perkiraan portofolio menjadikannya raja terkaya di dunia, memiliki vila tepi danau di luar Munich dan hotel di Pegunungan Alpen Bavaria. Raja juga memegang 34 % saham investasi di sebuah perusahaan biro terbesar Thailand, Siam Commercial Bank dan Siam Cement Group.
Meskipun saham bank telah kehilangan setengah nilainya selama pandemi, deviden dari dua perusahaan publik menghasilkan pendapatan US$ 342 juta untuk Raja itu pada 2019. Mengenyam pendidikan di sekolah asrama di Inggris dan akademi militer di Australia, raja berusia 68 tahun itu telah menikah dengan istri keempatnya.
Ia sering menghabiskan hampir seluruh waktunya di Jerman. Saat di sana ia sering kali ditemani seorang pacar yang dikenal sebagai 'permaisuri kerajaan' dan rombongan petugas dan keamanan.
Pada Juli 2017, sembilan bulan setelah ia naik takhta, undang-undang yang disahkan oleh parlemen yang didominasi militer menempatkan aset Biro Properti Mahkota di bawah kebijaksanaan Yang Mulia. UU mengakhiri pengaturan sebelumnya di mana Raja dapat membelanjakan pendapatan biro sesuka hati tetapi menyerahkan keputusan pembelian dan penjualan kepada dewan direksi.(dtf)