Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Dewan Pengupahan Nasional Provinsi, Kabupaten/Kota telah melakukan dialog pada 15-17 Oktober 2020. Tujuannya untuk menentukan usulan besaran upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021.
Berdasarkan informasi yang digali, kemungkinan besar UMP tahun depan tidak akan naik dari tahun ini. Bahkan ada kemungkinan pelaku usaha bisa melakukan negosiasi dengan pekerjanya agar upah 2021 bisa lebih rendah dari UMP 2020.
Berikut 3 alasannya:
1. Negosiasi Bipartit
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz mengatakan UMP 2021 diusulkan minimal sama dengan 2020. Sedangkan untuk perusahaan yang terdampak COVID-19, bisa menyesuaikan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dan buruh. Jika sudah sesuai negosiasi bipartit, maka bisa saja UMP 2021 lebih rendah dari 2020.
"Upah minimum untuk perusahaan yang terdampak COVID dirundingkan secara bipartit. Kalau sudah sesuai bipartit bisa lebih rendah, bisa kurang, bisa tinggi karena disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Kalau sesuai perusahaan secara otomatis tentu berkurang gajinya," katanya saat dihubungi, Minggu (18/10/2020).
2. Kondisi Ekonomi
Adi yang juga sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengupahan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyebut hal itu dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan untuk menaikkan upah minimum.
"Karena kondisi ekonomi yang saat ini memang tidak memungkinkan. Kita juga sesuaikan dengan kekuatan pengusaha itu sendiri karena kita sebetulnya saling tahu satu dengan yang lainnya," tuturnya.
Jika dipaksakan UMP 2021 naik di tengah kondisi pandemi, disebut akan semakin banyak pegawai yang dirumahkan bahkan hingga dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Sangat bahaya, yang kita tekankan justru dari pencari kerjanya. Pengangguran semakin banyak, PHK juga semakin banyak, begitu juga yang dirumahkan. Ini jangan sampai terjadi berlarut-larut, jadi kami merekomendasikan UMP di 2021 minimal sama dengan UMP di 2020," tuturnya.
3. Pendapatan Perusahaan Anjlok
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit mengatakan mayoritas perusahaan mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi COVID-19.
"Lihat sendiri situasi bagaimana sekarang ini. Kondisi sekarang ini kan 88% pendapatan menurun. Menurun itu variasi ada yang banyak, sedikit, tapi menurun 88%. Yang stabil 14%, yang naik ada 2% lebih, sekitar itu lah plus minus," ucapnya.
Untuk itu, dirinya meminta agar ada saling pengertian antara perusahaan dan buruh. Perusahaan yang kinerjanya masih baik disebut bisa saja buruh melakukan upah negosiasi. Sementara perusahaan yang sedang sulit, diharapkan buruh dapat memahami kondisi itu.
Meski begitu, keputusan itu belum diketok final. Terkait UMP 2021 naik atau tidak, akan diputuskan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Direktur Pengupahan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI JSK), Dinar Titus Jogaswitani mengatakan kemungkinan keputusan akan ditetapkan minggu depan.
"Masih kami bahas. Sabar ya menunggu. Semoga (selesai) minggu depan," katanya dihubungi terpisah. dtc