Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) menyebutkan peminum minuman beralkohol dapat dibui 2 tahun atau denda Rp 50 juta. Elite Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menilai RUU itu berpotensi membuat fenomena overkriminalisasi.
"Overkriminalisasi. Ini yang akan tergambar dalam imaji saya soal RUU Larangan Minuman Beralkohol," kata Hinca kepada wartawan, Jumat (13/11/2020).
Anggota Komisi III DPR RI ini mengkhawatirkan niat baik para pengusul RUU Larangan Minol justru berbanding terbalik dengan implementasi di lapangan. Menurutnya, sejak era Reformasi, Indonesia cenderung latah untuk membentuk sejumlah produk hukum yang berlabel 'larangan'.
"Pasca-Reformasi, kita punya kelatahan dalam membentuk produk hukum dengan jubah besar yang bermerek 'larangan'. Saya takut, niat baik untuk menekan angka-angka kejahatan justru bertolak belakang dengan hasil yang didapatkan," ujar Hinca.
Lebih lanjut Hinca juga mempertanyakan efisiensi RUU Larangan Minuman Beralkohol. Menurutnya, RUU itu belum tentu efisien jika diterapkan.
"Apakah RUU Larangan Minol ini kebijakan yang efisien? Belum tentu," ucap Hinca.
Hinca kemudian merasa de javu dengan pendekatan sanksi pidana yang diberikan kepada pelanggar RUU Larangan Minuman Beralkohol. Ia pun membandingkan RUU tersebut dengan permasalahan dalam UU Narkotika.
Menurut Hinca, sanksi pidana dalam UU Narkotika menyebabkan lembaga pemasyarakatan (lapas) menjadi penuh sesak. Bahkan instrumen HAM masih tidak terpenuhi serta ada pemborosan anggaran karena penuhnya Lapas.
"Lembaga pemasyarakatan di negara kita penuh sesak oleh manusia, banyaknya instrumen HAM yang tidak terpenuhi, dan yang lebih penting adalah soal pemborosan anggaran yang diakibatkan penuhnya lapas," sambungnya.
"Selain itu, jeruji besi di lapas sudah habis ruangnya untuk ditempati oleh mereka yang masuk dalam radar penghukuman RUU Larangan Minol ini, apa kita tidak berpikir jauh ke arah sana? Jangan ulangi kesalahan UU Narkotik," katanya.
Diketahui, Baleg DPR RI sedang melakukan harmonisasi membahas RUU Larangan Minuman Beralkohol. RUU tersebut merupakan usulan dari sejumlah fraksi di Baleg DPR, yaitu Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra.
Sebagaimana draf RUU Larangan Minuman Beralkohol seperti dilihat detikcom, Kamis (12/11), sanksi pidana bagi peminum minuman beralkohol diatur dalam Pasal 20. Bunyinya adalah:
Setiap orang yang mengkonsumsi minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (3) tiga bulan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 (sepuluh juta) dan paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Sementara itu, pasal 7 yang dimaksud dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol berbunyi:
Setiap orang dilarang mengonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional dan minuman beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.
Namun larangan ini tidak berlaku untuk sejumlah kepentingan terbatas, termasuk ritual agama. Larangan ini berupa memproduksi, mengedarkan, dan mengonsumsi minuman beralkohol.
Dalam Pasal 8 RUU Larangan Minuman Beralkohol seperti dilihat detikcom, Kamis (12/11/2020), aturan Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 dinyatakan tak berlaku untuk kepentingan terbatas.
Begini bunyi Pasal 8 RUU Larangan Minuman Beralkohol:
(1) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 tidak berlaku untuk kepentingan terbatas.
(2) Kepentingan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kepentingan adat;
b. ritual keagamaan;
c. wisatawan;
d. farmasi; dan
e. tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepentingan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan Pemerintah.(dtc)