Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Korea Utara (Korut) mengeksekusi pedagang mata uang atau valuta asing (valas) karena persoalan nilai tukar mata won Korut (KPW) terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal itu diungkapkan oleh mata-mata Korea Selatan (Korsel) yang juga menggambarkan cengkraman Kim Jong Un yang semakin kuat terhadap perekonomian negaranya.
KPW telah mengalami apresiasi hingga 20% terhadap dolar AS dalam beberapa pekan terakhir yang disinyalir terjadi akibat ulah pedagang valas. Pasalnya, para pedagang valas ini merupakan pihak yang berperan banyak di balik transaksi dolar AS di Korut.
Berdasarkan informasi media setempat yakni Daily NK, dalam beberapa minggu terakhir, nilai dolar AS turun dari 8.000 KPW menjadi 6.500 KPW. Meski begitu, Pyongyang melihat hal ini memicu ketidakstabilan terhadap ekonomi yang menimbulkan kekhawatiran akan tingginya transaksi valas di Korut. Oleh sebab itu, Korut mengambil tindakan keras terhadap transaksi dengan valas, sebagai langkah memperkuat kendali ekonomi setelah bertahun-tahun melakukan liberalisasi pasar.
Merespons itu, Anggota Komite Intelijen Nasional Korea Selatan (Korsel) Kim Byung-kee menilai tindakan Kim Jong Un adalah salah satu dari serangkaian tindakan yang tak masuk akal, di tengah negara itu sendiri sedang menghadapi pandemi virus Corona (COVID-19) dan juga sanksi perdagangan internasional.
Pengamat Korut dari Universitas Kookmin di Seoul Andrei Lankov mengatakan, telah ada perubahan signifikan dalam situasi mata uang Korut sejak Oktober 2020. Padahal, negara itu telah menggencarkan stabilisasi keuangan yang sangat kuat selama bertahun-tahun.
"Untuk waktu yang lama di bawah Kim Jong Un, mereka sama sekali tidak campur tangan dengan bisnis swasta. Mereka tidak hanya mentolerir tetapi juga mendorong desentralisasi, dan peralihan ke hubungan pasar antara perusahaan industri dan individu. Sekarang mereka mencoba mengayuh kembali, " kata Lankov.
Menurutnya, eksekusi ini menjadi peringatan keras kepada publik agar tak mencoba melawan arahan rezim atas penggunaan mata uang asing.
Melihat sejarah, valas terakhir kali digunakan secara marak di Pyongyang pada tahun 2009, terutama dalam perdagangan perbatasan dan transaksi pasar swasta. Valas yang paling sering digunakan adalah dolar AS dan renminbi Cina.(dtf)