Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pilkada Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) Sumatra Utara (Sumut) jadi fenomena perpolitikan tanah air. Pasalnya pasangan calon tunggal yang tak lain incumbent, nyaris dikalahkan kotak kosong (koko). Sejauh ini selisih perolehan suara berdasarkan hitungan cepat kurang lebih hanya terpaut 4%. Pasangan incumbent Dosmar Banjarnahor-Oloan Paniaran Nababan yang usung koalisi partai gemuk berdasarkan data dari Desk Pilkada Pemkab Humbahas unggul dengan persentase suara 52,40%, sedangkan koko 47,16 %.
Pengamat politik Dimpos Manalu kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (10/12/2020) mengatakan, fenomena ini menunjukkan pertarungan elite partai melawan partai massa. Disebut sebagai "partai massa" karena mereka digerakkan oleh para relawan tanpa struktur organisasi yang kuat dan mapan seperti partai politik.
"Saya cenderung memuji dan bersimpati pada gerakan politik koko ini sebagai era baru pendidikan politik kita. Rakyat di Humbahas ingin menunjukkan mereka tak mudah dikendalikan sesuai selera elite-elite partai semata," kata doktor ilmu politik dari UGM ini.
Dosen FISIP dan Magister Administrasi Publik Universitas HKBP Nommensen Medan ini mengungkapkan, fenomena ini membuktikan kekecewaan yang besar terhadap dua aras. Pertama kepada kandidat itu sendiri dan kedua kepada partai-partai pendukung.
Kata Dimpos, lawan kandidat adalah kotak kosong, bukan kandidat alternatif. Hal ini jelas menunjukkan kekecewaan yang besar terhadap kinerja dan performance incumbent.
Sedangkan kepada partai-partai pendukung, ini juga menjadi pukulan telak, agar mereka serius melakukan kaderisasi dan menghargai politisi karier mereka sendiri ketimbang berduyun-duyun mendukung kandidat di luar partai mereka. Berkumpulnya dukungan partai pada hanya satu kandidat menunjukkan adanya kegagalan partai itu dalam melakukan kaderisasi, juga lemahnya mekanisme demokrasi internal di mana proses kandidasi dilakukan secara terpusat, tanpa mekanisme pencalonan secara bottom-up.
"Ini semacam praktik oligopoli dimana partai-partai secara tak langsung memaksa masyarakat terhadap satu pilihan kandidat saja. Hal inilah yang ditolak masyarakat. Dan penolakan ini membuktikan masyarakat Humbahas tidak bisa dipaksa dan sudah dewasa secara politis," katanya.