Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Washington DC. Jaksa-jaksa militer Amerika Serikat (AS) telah mengajukan dakwaan resmi terhadap seorang ekstremis asal Indonesia, Hambali, dan dua orang lainnya terkait kasus bom Bali 2002 dan serangan di Jakarta tahun 2003.
Dilansir AFP, Jumat (22/1/2021), Departemen Pertahanan AS atau Pentagon menjelaskan bahwa dakwaan itu diajukan hampir 18 tahun setelah ketiganya ditangkap di Thailand dan setelah masing-masing mendekam lebih dari 14 tahun di penjara militer AS di Teluk Guantanamo, Kuba.
Yang pertama didakwa adalah Riduan Isamuddin, atau yang lebih dikenal sebagai Hambali, yang disebut AS sebagai pemimpin kelompok Jemaah Islamiyah dan diyakini sebagai perwakilan tertinggi Al-Qaeda di kawasan Asia Tenggara.
Dakwaan jaksa militer AS menyebut Jemaah Islamiyah, dengan dukungan Al-Qaeda, melakukan pengeboman terhadap klub-klub malam di Bali pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang. Kelompok itu juga disebut terlibat dalam serangan bom pada 5 Agustus 2003 di hotel JW Marriott, Jakarta Selatan, yang menewaskan 12 orang dan puluhan lainnya luka-luka.
Dua lainnya yang didakwa jaksa militer AS adalah dua warga negara Malaysia bernama Mohammed Nazir Bin Lep dan Mohammed Farik Bin Amin. Keduanya disebut sebagai pembantu Hambali di Jemaah Islamiyah, yang menurut dokumen Guantanamo, telah menjalani pelatihan oleh Al-Qaeda.
"Dakwaan yang dijeratkan termasuk persekongkolan, pembunuhan, percobaan pembunuhan, dengan sengaja menyebabkan luka tubuh yang serius, terorisme, menyerang warga sipil, menyerang objek sipil, perusakan properti, dan membantu orang lain melakukan tindak kriminal, semuanya melanggar hukum perang," kata Pentagon dalam sebuah pernyataannya.
Tidak diketahui secara jelas mengapa usai bertahun-tahun penundaan, akhirnya dakwaan diumumkan pada Kamis (21/1) waktu setempat.
Tahun 2016, pengajuan Hambali agar dibebaskan dari Guantanamo ditolak karena, menurut jaksa, dia masih merupakan "ancaman signifikan bagi keamanan Amerika Serikat."
Dakwaan itu diumumkan pada hari pertama penuh pemerintahan Presiden Joe Biden.
Ketika Biden menjadi Wakil Presiden Barack Obama, mereka berusaha -- tetapi gagal -- untuk menutup penjara yang dikelola angkatan laut di Guantanamo itu dan mengupayakan agar tahanan yang tersisa dibebaskan atau diadili di pengadilan sipil AS.
Pengganti Obama, Donald Trump, tidak menunjukkan minat pada Guantanamo dan tahanannya, yang termasuk tokoh Al-Qaeda dan perencana serangan 11 September 2001, Khalid Sheikh Mohammed.
Sedikit kemajuan yang dicapai untuk status 40 tahanan yang tersisa di sana. Pada puncaknya, sekitar 780 tahanan "perang melawan teror" ditahan di kamp tersebut. Sebagian besar telah dibebaskan kembali ke negaranya.(dtc)