Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ramai tagar #SellerAsingBunuhUMKM langsung direspons oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Teten mengatakan, pemerintah sudah berupaya menjaga daya saing produk UMKM Indonesia dari produk asing, salah satunya dengan menurunkan ambang batas bea masuk barang impor yang tadinya batas harga US$ 75 menjadi US$ 3.
"Dengan penurunan ambang batas tersebut, pemerintah menerapkan tarif pajak impor sebesar 17,5% yang terdiri atas bea masuk 7,5% dan PPN 10% dan PPH 0%. Ini untuk menjaga daya saing produk UMKM, sejauh ini upaya untuk melindungi KUKM sudah dilakukan oleh negara," kata Teten kepada detikcom, Rabu (17/2/2021).
Merespons hal itu, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, kebijakan tersebut belum efektif meningkatkan daya saing produk UMKM Indonesia terhadap produk asing. Pasalnya, produk UMKM sendiri belum mampu memproduksi produk-produk yang dijual asing, khususnya produk kebutuhan sehari-hari dengan murah, atau yang sama seperti produk asing.
Dalam hal ini, Ikhsan menyinggung Mr. Hu, sosok dibalik ramainya tagar #SellerAsingBunuhUMKM yang menjual produk kebutuhan sehari-hari dengan harga yang sangat murah.
"Walaupun dia dibatasi dengan pajak tersebut, kan produk-produk Indonesia belum mampu kualitasnya. Belum mampu memproduksi atau tersedia di pasaran. Jadi artinya perlindungan terhadap produk-produk UMKM dari produk impor melalui pajak, itu oke. Sayangnya UMKM Indonesia belum mampu menyaingi produk-produk impor yang masuk. Jadi tetap bahwa kalau dikatakan murah, karena tidak ada produk-produk UMKM yang bisa menandingi produk China," kata Ikhsan kepada detikcom, Jumat (19/2/2021).
Ikhsan mengatakan, solusi paling ampuh ialah penyerapan produk UMKM oleh pemerintah. Namun, produk-produk yang diserap harus dari berbagai sektor, tak hanya di sektor kriya atau kerajinan tangan saja, ataupun produk kudapan untuk rapat di kementerian/lembaga, atau BUMN.
"Misalnya mau beli dari sektor farmasi, ada minyak kayu putih, dan seterusnya. Terus sektor pendidikan, mau beli meja, bangku, dan seterusnya. Itu untuk produk UMKM saja. Sekarang hanya secara umum produk UMKM, kan orang bingung produk UMKM apa nih? Paling kena-kenanya tau nggak? Kue untuk seminar apa, paling itu saja, nggak ada bedanya dari dulu. Kue-kue untuk rapat, jadi kebagiannya itu saja," tutur dia.
Kemudian, Ikhsan juga meminta pemerintah juga menyerap produk UMKM yang belum maksimal standar kualitasnya. Menurut Ikhsan, cara tersebut akan memberikan kepastian pasar kepada UMKM, dan seiring berjalannya waktu UMKM mampu memperbaiki kualitas produknya.
"Mau kualitas belum maksimal, kemasan masih kurang rapi ya beli dulu saja. Terus kalau harganya sedikit lebih mahal beli saja. Kerjasama dengan Kejaksaan, BPK, BPKP untuk bawa ini produk UMKM, jadi harus dibeli, harus diserap. Kalau nggak begitu, produksi-produksi rumahan ya nggak mampu. Tapi kalau kita diberi kesempatan untuk terus memproduksi, berarti kan lambat laun kualitasnya jadi bagus asal diberikan pasar, kalau nggak diberikan pasar dan hanya dengan LKPP, ya habis Indonesia," tandas Ikhsan.(dtf)