Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sudah setahun COVID-19 ada di Indonesia, sejak diumumkan kasus pertama pada 2 Maret 2020 lalu. Sampai sekarang, dampaknya masih terasa di berbagai sektor.
Bila menengok ke belakang, pada awal-awal kemunculan kasus COVID-19 di Indonesia, ada beberapa sektor yang paling terdampak parah sampai gulung tikar.
Berikut sederet sektor-sektor paling terdampak oleh COVID-19 yang dirangkum detikcom, Selasa (2/3/2021):
Pariwisata
Sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi COVID-19. Berdasarkan data BPS, sampai saat ini, kondisi sektor pariwisata masih terpuruk dan belum bisa bangkit. Hal itu terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang tercatat hanya 141,3 ribu di Januari 2021. Artinya, masih terjadi penurunan 13,90% dibandingkan Desember 2020 bahkan turun hingga 89,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Hal ini tentu berdampak pada sektor transportasi. Berdasarkan dari pintu masuknya, jumlah wisman yang berkunjung melalui pintu masuk udara pada Januari 2021 mengalami penurunan sebesar 96,97% dibanding jumlah kunjungan pada bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan dari jalur darat yaitu kereta penumpang, juga mencatatkan penurunan hingga 65,13% dibanding tahun sebelumnya, dan dari jalur laut atau kapal penumpang turun 43,16% dari tahun sebelumnya.
Minimnya wisman yang berkunjung pun berdampak pada tingkat penghunian kamar (TPK) hotel klasifikasi bintang di Indonesia. TPK hotel di Indonesia turun 30,35% pada Januari 2021 atau turun 10,44 poin dibandingkan bulan Desember 2020 dan turun 18,82 poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Meeting, Incentives, Conferences, Exhibitions (MICE)
Pada pertengahan tahun lalu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengungkap data potensi kerugian di sektor MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) yang terdapat hotel di dalamnya.
Menurut Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi & Pameran Kemenparekraf, Iyung Masruroh hampir 100% kegiatan di sektor MICE harus ditunda dan hanya seperempat saja yang bisa dilanjutkan terdampak pandemi.
"96,43% acara di 17 provinsi harus ditunda dan 84,20% lainnya dibatalkan," kata Iyung dalam sebuah webinar yang diadakan oleh Katadata, Selasa (2/6/2020).
Bila ditotal, penundaan aktivitas di sektor MICE ini mengakibatkan kerugian hingga Rp 898 miliar hingga Rp 2,66 triliun di seluruh Indonesia.
Restoran
Ada beragam bisnis yang mencakup sektor ini. Adapun bisnis yang paling babak belur di sektor ini adalah restoran. Berdasarkan hasil survei PHRI Pusat pada September 2020 lalu terhadap 9.000 lebih restoran di Indonesia dengan 4.469 responden, ditemukan ada sekitar 1.033 restoran yang sudah tutup permanen gegara pandemi.
Kemudian, sejak Oktober 2020 sampai sekarang diperkirakan sekitar 125 hingga 150 restoran tutup permanen per bulan. Jika Jakarta saja menerapkan lockdown akhir pekan, makan ada sekitar 750 restoran lainnya yang ikut menyusul tutup permanen.
Bioskop
Bioskop bahkan sampai saat ini masih terpantau sepi. Melihat kondisi tersebut, menurut Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin menyampaikan butuh waktu yang cukup lama bagi bioskop untuk pulih dari pandemi COVID-19. Paling tidak butuh sekitar 5 tahun buat bioskop bisa mengembalikan pendapatannya seperti sebelum COVID-19.
Djonny menambahkan, meski telah diizinkan beroperasi kembali, bioskop belum mampu mengembalikan kondisinya seperti sebelum pandemi. Menurut Djonny, bioskop sampai sekarang masih sepi penonton sehingga omzet yang diraup pun tak seberapa, ditambah ada biaya operasional yang harus dikeluarkan setiap bulannya, justru menempatkan bisnis ini masih dalam kondisi rugi.
Ada kenaikan paling hanya 10-19% dari omzet, namun itu masih terhitung rugi. Sebab, dalam sehari biasanya bioskop menghasilkan Rp 30 juta, sekarang cuma Rp 1,5-2 juta per hari.
Tapi, ada pengeluaran seperti listrik hingga Rp 70 juta, karyawan dan biaya operasional lainnya sampai Rp 150 juta per bulan,
"Omzet nggak nyampe segitu, jadi kita pada rugi, sudah rugi miliaran," ujar Djonny kepada detikcom, Kamis (7/1/2021).
Mal dan Ritel
Mal dan ritel paling terpuruk saat dikepung aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah membeberkan dampak PSBB terutama di Jakarta yang kembali diperketat dan resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19, para peritel bisa merugi hingga Rp 200 triliun.
"Kalau angka, kami itu setahun sekitar Rp 400 triliun. Kalau pun hanya 50% ya omzetnya turun Rp 200 triliun, ya kerugiannya di situ. Tapi kan biayanya nggak bisa utuh," kata Budi dalam webinar yang bertema Dalam Keterpurukan Penyewa dan Pusat Perbelanjaan Menghadapi Resesi Ekonomi, Senin (28/9/2020).
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja pun mengatakan hal serupa. Menurutnya, dampak terhadap pengusaha mal saat ini akan lebih berat ketika awal pandemi. Pasalnya, ada ancaman resesi dan PSBB Jakarta yang diperketat kembali.
"Kalau pada saat PSBB pertama itu kan kondisi perekonomian masih belum dinyatakan resesi. Saat ini PSBB ketat plus resesi ekonomi. Jadi bisa dibayangkan betapa beratnya, dan saya rasa kita semua sudah tahu bahwa sejak Maret, berarti sudah 6 bulan lebih kondisi defisit terus, ditambah masuk resesi ekonomi, wah ini situasinya memang sangat berat," tutur Alphonzus.
Otomotif
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) sepanjang 2020 tercatat hanya 532.027 unit. Padahal, tahun 2019 penjualan mobil menyentuh angka lebih dari 1 juta unit.
Data Gaikindo mencatat, pada 2019 penjualan mobil secara wholesales mencapai 1.030.126 unit. Rata-rata per bulannya pabrikan otomotif yang terdaftar dalam anggota Gaikindo bisa menjual 80 ribu sampai 90 ribu unit.
Namun situasi 2020 sangat berbeda. Jika membandingkan dengan data 2019, penjualan mobil pada 2020 tercatat turun 48,35%.
Penjualan mobil di Indonesia pada 2020 mulai anjlok drastis pada April 2020. Saat itu, industri otomotif hanya mampu mengirim 7.868 unit mobil baru, padahal sebelumnya mampu menjual 80-90 ribu unit per bulan.
Angka penjualan terendah terjadi pada Mei 2020 dengan penjualan hanya 3.551 unit. Selepas itu, penjualan mobil terus bangkit. Desember 2020 menjadi puncak penjualan mobil selama pandemi dengan angka sebanyak 57.129 unit dan menutup tahun 2020 dengan total penjualan sebanyak 532.027 unit.(dtf)