Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Berbeda dengan negara-negara maju, Indonesia bisa dipastikan masih menjadi negara berkembang yang coba ikut mengembangkan kendaraan ramah lingkungan seperti kendaraan listrik. Akan tetapi perkembangan industri kendaraan listrik di Indonesia dinilai bakal sulit, mengingat infrastuktur yang belum memadai.
Nah detikers bisa lho ikut mendukung perkembangan industri kendaraan listrik dengan ikut membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sendiri. Seperti yang dikatakan Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan, Wanhar, pada ajang Electric Vehicle Indonesia via Youtube, Rabu (28/7/2021).
"Konsumen bisa membuat SPKLU sendiri dengan meminta izin dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), atau bisa bekerjasama dengan PLN sehingga menggunakan izin milik PLN untuk membangun SPKLU," ujar Wanhar.
Wanhar menambahkan, hal tersebut tidak lain untuk bisa mewujudkan target pemerintah untuk memperbanyak kendaraan listrik di Indonesia.
"Kami memiliki target pada 2030, untuk mobil listrik ada sekitar 2 juta unit, untuk motor mencapai 13 juta unit, ini target kami. Sehingga ini menjadi langkah bagus untuk para investor bisa menginvest di Indonesia saat ini," Wanhar menambahkan.
Sebagai catatan untuk tarif listrik di SPKLU mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28 Tahun 2016. Dalam lampiran regulasi disebutkan, SPKLU masuk dalam tarif tenaga listrik untuk keperluan layanan khusus dengan besaran Rp 1.650/kWH.
"Permen 28/2016 dengan beberapa perubahannya. Kalau jualan listrik untuk umum aturan dasarnya ini. Saat ini, Pertamina masih pilot project," kata Kepala Pusat Data dan Teknologi Infomesia Energi dan Sumber Daya Mineral, Agus Cahyono Adi dalam pemberitaan detikOto sebelumnya.
Soal berapa kWh energi yang dibutuhkan untuk mobil listrik, Agus kemudian merujuk pada laman energuide.be. Di situ dijelaskan, sebagian besar mobil listrik mengonsumsi 10 kWh untuk menempuh jarak 80 hingga 100 km.
Artinya, untuk 100 km maka biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 16.500 dengan perhitungan 10 kWh dikalikan Rp 1.650 /kWh.
"80-100 km=10kWh=Rp 16.500," ujarnya.
Biaya yang dikeluarkan ini jauh lebih murah dibanding menggunakan energi fosil seperti Premium. Sebab, untuk Premium biaya yang dikeluarkan untuk 100 km mencapai Rp 64.500.
"10 km=Rp 6.450 (1 liter Premium). 100 km Rp 64.500. Mahal mana?" tanyanya.(dto)