Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendapat atensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal penggunaan anggaran. Tito menyoroti soal pembelanjaan aparatur lebih banyak dibandingkan pembelanjaan modal dan barang yang dinilainya kurang bermanfaat.
"Kemudian di dalam pelaksanaan program ini juga sekali lagi adalah atensi Bapak Presiden, kami ingatkan belanja aparatur banyak yang lebih besar daripada belanja modal dan barang. Yang belanja modal barang yang betul itu menyentuh kepada masyarakat untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat," ujar Tito dalam webinar launching sinergisitas pengelolaan bersama monitoring centre for prevention (MCP) di YouTube KPK RI, Selasa (31/8/2021).
"Tapi yang banyak belanja aparaturnya pembelian untuk belanja gaji pegawai tentu wajib, tapi misalnya untuk perjalanan dinas, rapat, meeting, penguatan program yang ramai, tapi manfaatnya tidak banyak," sambungnya.
Tito mengatakan belanja modal dan barang tentu berakibat pada kesejahteraan masyarakat. Itu berpengaruh pada pembangunan nasional, yang dinilai kurang maksimal.
"Belanja modal pun ditujukan untuk masyarakat, itu pun banyak lagi digunakan untuk aparatur juga, sehingga dapat banyak bonus dari situ akhirnya yang buat masyarakat kecil sekali proporsinya dan itu akan berakibat pembangunan kurang maksimal, jalan tidak terawat, sungai tidak terurus, karena memang tidak dianggarkan di situ. Kalaupun dianggarkan, justru dipakai sebagian lagi untuk aparat lagi," katanya.
Selanjutnya, Tito juga menyebut penguatan-penguatan yang dilakukan institusi-institusi dinilai hanya menguatkan aparat sendiri. Tito menyarankan kepada kepala daerah untuk lebih mempelajari soal pembelanjaan tersebut agar lebih efektif.
"Kita lihat banyak temuan penguatan. Saya sampai mengatakan ini kapan kuatnya gitu, jadi penguatan untuk aparat sendiri. Ini tolong di situasi pandemi ini dalam dapur Presiden menyampaikan agar Kemendagri menyampaikan ke daerah, pandemi ini memberi pelajaran yang banyak, salah satunya mekanisme bekerja kita kegiatan kontak fisik yang kurang, WFH atau sebagai WFO itu membuat kita melihat bahwa pemerintah terus berjalan," ujarnya.
"Meskipun WFH tidak banyak kegiatan besar yang melibatkan belanja aparatur yang tidak banyak, bekerja tetap, jalan pandemi ini setidaknya ini bisa mengubah budaya kerja kita dengan pengalaman ini, maka komposisi belanja aparatur perlu dikurangi dan dialihkan ke kepentingan yang langsung dirasakan untuk masyarakat," sambungnya.
Lebih lanjut Tito juga menilai perencanaan anggaran masih banyak yang kurang tepat. Seharusnya, dalam perencanaan, anggaran harus dialokasikan secara tepat.
"Temuan, ada banyak perencanaan yang kurang pas sehingga akhirnya sekali lagi, waktu dieksekusi udah kurang pas. Pada saat perencanaan, kita berbasis pada prinsip money volume program, jadi programnya dibuat, baru uangnya dihitung berapa yang dibutuhkan," ujarnya.
"Tetapi pada saat eksekusi, pelaksanaan, terbalik, program value money, jadi uangnya yang sudah dialokasikan berapa, dibelanjakan berapa, demikian," sambungnya.
Tito mengatakan hal ini memang tidak menjadi hak penegak hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini karena merupakan ranah inspektorat. Dia menyarankan agar mengurangi program yang tidak terlalu bermanfaat.
"Kemudian sistem penganggaran yang kurang tepat, yang akhirnya kurang tepat, ini misalnya ini tidak harus menjadi masalah hukum, karena yang disentuh dari teman-teman penegak hukum kalau memang masalah hukum," katanya.
"Tapi yang administrasi mungkin tidak bisa disentuh oleh teman-teman ini menjadi pekerjaan utama dari jajaran inspektorat APIP dan BPKP, jadi penganggaran yang kurang tepat karena mungkin tidak sesuai dengan harga, kemudian juga programnya kurang, terlalu berlebihan, belanja terlalu besar dan seterusnya," sambungnya.(dtc)