Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Badung. Keamanan siber jadi faktor penting untuk transformasi digital di Indonesia pasca pandemi COVID-19. Namun, Indonesia kekurangan SDM perempuan di bidang ini.
"Di Indonesia ini kita masih kurang perempuan yang terlibat di keamanan informasi," kata Chief Executive Officer (CEO) PT Xynexis Internasional Eva Noor dalam acara Southeast Asia Internet Governance Forum (SEAIGF) 2021 di Bali, Rabu (1/9/2021).
Sayangnya, Eva tak menyebutkan jumlah berapa persentase perempuan di Indonesia yang sudah terlibat dalam cybersecurity. Ia hanya mengakui bahwa peranan perempuan dalam bidang tersebut masih kecil.
Akan tetapi, menurut Eva, sebenarnya tidak ada ukuran harus berapa perempuan yang terlibat dalam cybersecurity. Namun yang menjadi isu adalah bagaimana meningkatkan kesetaraan pria dan perempuan.
"Untuk meningkatkan kesetaraan tersebut, kita membutuhkan dorongan. Kita butuh bantuan pemerintah, butuh bantuan industri, kita butuh bantuan dunia, semua lapisan, agar bisa mempromosikan yang namanya pendidikan di cybersecurity," harap Eva.
Saat ini, terang Eva, ada komunitas Women in Cybersecurity. Gerakan ini didukung oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kominfo, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPA), komunitas lain dan industri.
"Jadi di sini banyak sekali perempuan-perempuan hebat berkumpul untuk mencoba memberi edukasi, awarenes dan lain-lain terhadap masyarakat," tuturnya.
Eva mengakui Indonesia kekurangan talent di cybersecurity. Padahal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) punya banyak program training untuk mencoba mengecilkan gap tersebut.
"Kalau kita berbicara digital transformation, kita juga bicara soal talent, keberagaman dan inklusi. Di Indonesia ini kita masih kurang perempuan yang terlibat di keamanan informasi," jelasnya.(dtc)