Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diberlakukan selama masa pandemi COVID-19 telah membuka peluang bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk berinovasi dalam hal percepatan digitalisasi dunia usaha. Langkah ini dinilai dapat memberikan manfaat secara jangka panjang bagi UMKM, tidak hanya agar dapat bertahan hidup, namun juga mendorong mereka naik kelas.
Fiki Satari, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif mengatakan, pendataan terkait permasalahan yang dihadapi UMKM di lapangan telah dilakukan sejak pandemi COVID-19 dimulai. Hasil pendataan tersebut menjadi referensi desain program pemulihan ekonomi nasional pada klaster UMKM.
Sebagaimana dikutip Sabtu (30/10/2021),
dari Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9)- KPCPEN, Fiki mengatakan bahwa seluruh upaya mitigasi dilakukan, guna mendorong UMKM terus bergerak. Di antaranya dengan upaya pemberian stimulus bantuan dan digitaliasi.
“Kami mendefinisikan digitalisasi bagi pelaku UMKM tidak hanya untuk akses pasar atau reach consumer (meraih konsumen)," tuturnya.
Adanya digitalisasi tersebut juga dapat digunakan UMKM untuk banyak hal, seperti terkait kegiatan mendapatkan suplai, pengembangan bisnis internal, analisa data, juga logistik. Sedangkan dalam pelaksanaannya, upaya memobilisasi pelaku UMKM ke ranah digital harus dilakukan berdasarkan level usaha atau area usaha yang dijalankan. Sebagai contoh: usaha mikro seperti pedagang pasar basah, diharapkan masuk dulu ke platform digital melalui e-katalog di media sosial. Usaha kecil dapat didorong masuk ke e-commerce lokal atau yang bersifat homogen, sedangkan usaha menengah dapat didorong masuk ke e-commerce nasional bahkan global.
Fiki mengatakan, diperlukan kemitraan dengan pihak agregator (pihak yang menghimpun dan menghubungkan) dan inkubator (pihak yang membantu membesarkan perintis usaha), agar dapat menjadi semacam lokomotif penarik dan penggerak gerbong UMKM.
Di samping itu, pemerintah terus berusaha mempermudah dan melindungi UMKM dalam negeri melalui berbagai kebijakan. Di antaranya, adanya kebijakan dalam hal logistik untuk menekan ongkos kirim. Serta kesepakatan dengan e-commerce tertentu untuk pembatasan 13 kategori produk
yang tidak boleh lagi diimpor oleh e-commerce crossborder (perdagangan daring lintas perbatasan negara).
Salah satu agregator UMKM dalam hal digitalisasi adalah Credibook. CEO Credibook, Gabriel Frans, menjelaskan pihaknya membantu literasi digital UMKM dalam hal pembuatan catatan keuangan digital dan pengadaan rantai pasok secara daring.
Dikatakan Gabriel, untuk digital literasi, tidak semua orang bisa langsung masuk tahap analisa marketing atau data, melainkan harus selangkah demi selangkah sesuai kemampuan masing-masing.
Pihaknya melakukan pendekatan literasi teknologi dan literasi finansial, dengan aktif
mengadakan edukasi dan merangkul pelaku UMKM di berbagai kota. Meski pada saat pandemi banyak sekali penyesuaian harus dilakukan, ia meminta pelaku usaha jangan menyerah.
“Inilah saatnya kita belajar lebih banyak, meningkatkan dan mengasah kreativitas.
Banyak platform seperti kami, juga teknologi yang ingin membantu. Yang sudah sempat tutup, jangan kapok berusaha lagi karena peluang selalu ada,” ujarnya.
CEO Kaya.ID Nita Kartikasari mengatakan bahwa salah satu kesulitan utama UMKM saat pandemi adalah branding dan marketing, karena biasanya pelaku UMKM melakukan
kegiatan tersebut secara tatap muka.
UMKM yang tergabung dalam inkubasinya selalu diharapkan optimis dan yakin bisa bersaing, karena UMKM dengan pola pikir dan visi seperti itu yang biasanya akan mampu berkembang. Apalagi saat ini, dengan bantuan teknologi, akses kepada konsumen lebih mudah dan murah, sehingga peluang terbuka lebih luas.
Nita menekankan beberapa hal bagi pelaku UMKM, melakukan branding atau setidaknya
memberi nama dan label pada produk agar konsumen mudah mengaksesnya, memilih e-commerce yang tepat untuk memasarkan produk, serta harus ada di mana konsumen berada.
Dalam dialog tersebut, CEO Restoku, Ageng Sajiwo, juga menggarisbawahi pentingnya memahami pasar dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh pasar. “Selain itu adalah adaptasi. Rata-rata masalah pelaku UMKM bisa dibilang adalah terlambat beradaptasi. Jangan takut, jangan ragu belajar. Banyak layanan-layanan seperti kami yang memberikan edukasi terkait digitalisasi,” ujarnya.
Pemerintah menargetkan 30 juta UMKM masuk ke ekosistem digitalisasi pada 2024. Didorong akselerasi digital selama pandemi, program dan kebijakan pemerintah, serta didukung kolaborasi bersama generasi muda agregator dan inkubator digitalisasi UMK.