Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MENGUATNYA rencana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo menghiasi media dan percakapan di masyarakat dalam beberapa minggu terakhir. Dengan menjadikan hasil survei yang menunjukkan kepuasan publik terhadap kinerja presiden, seperti hasil Litbang Kompas yang mencapai 73,9% per akhir Januari 2022. Sedangkan hasil survei Indikator Politik Indonesia mencapai 71% per Februari 2022.
Selain hasil survei, dasar pertimbangan lain yang sering disampaikan dari internal kabinet adalah kinerja pribadi presiden, capaian yang dianggap bergerak naik pada sektor politik dan keamanan, penegakan hukum, ekonomi serta kesejateraan rakyat. Termasuk alasan masih berkutatnya pandemic Covid 19 yang masih menjadi persoalan di masyarakat.
Tapi nyatanya perhelatan Pilkada serentak pada Desember 2020 justru dilaksanakan di saat belum ada vaksin untuk penaganan Covid 19. Sehingga terasa sangat aneh wacana penundaan Pemilu justru digaungkan ketika proses vaksinasi sudah berlangsung dan penanganan covid 19 mengalami perkembangan positif. Bahkan, ada rencana pemerintah untuk mengeser status pandemi ke endemi, sehingga menjadikan covid 19 sebagai alasan penundaan menjadi tidak logis.
Konstitusi kita, yakni Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali. Pengecualian yang memungkinkan adalah jika negara dalam kondisi darurat akibat peperangan maupun bencana yang merata di seluruh wilayah Indonesia, maka akan logis untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024.
Pembusukan Demokrasi
Rencana penundaan pemilu secara langsung atau tidak langsung merupakan tindakan yang akan membusukkan demokrasi, merusak hasil reformasi, hingga melecehkan konstitusi, karena merampas hak konstitusional masyarakat selaku pemilik mandat kedaulatan.
Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945,konstitusi sangat tegas membatasi kekuasaan eksekutif selama 2 periode dan legislatif dengan masa jabatan 5 tahun, serta mengamanatkan bahwa pemilu diselenggarakan dalam waktu 5 tahun sekali.
BACA JUGA: Medan Langganan Banjir
Persoalan lainnya adalah perangkat atau lembaga negara yang mana yang memiliki hak untuk memperpanjang masa jabatan presiden dan wakilpresiden? Apakah penundaan Pemilu 2024 juga akan menambah masa jabatan DPR dan DPD? Apakah Mahkamah Konstitusi memiliki hak sejauh itu?
Apabila kewenangan adalah milik Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berisi kader partai politik, maka MPR akan terlebih dahulu melakukan proses amademen terhadap Pasal 22E UUD 1945 yang secara tegas mengatur pelaksanaan Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun. Karena jalan penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden melalui mekanisme amandemen yang menjadi putusan MPR, akan membuat kebijakan tersebut menjadi formal sah dan konstitusional.
Atau penundaan pemilu dilakukan melalui proses dekrit presiden sebagaimana peristiwa 5 Juli 1959 yang kemudian disahkan MPR, walaupun kemungkinan besar dua proses tersebut tanpa legitimasi rakyat.
Wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2 – 3 tahun ke depan akan membuat presiden dan kabinetnya, serta anggota legislatif saat ini akan memiliki masa jabatan terlama untuk satu periode sejak reformasi. Sebab penundaan Pemilu juga akan berimpilikasi pada perpanjangan masa jabatan anggota MPR/DPR, DPD danDPRD, sehingga bukan tidak mungkin terjadinya kesepakatan bersama di antara para pihak yang diuntungkan.
Dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Indonesia menerapkan konsep pemilu serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, yang sekaligus memilih anggota dewan atau parlemen. Jika mengacu pada konstitusi dan peraturan yang ada, maka rencana penundaan Pemilu 2024 sangat tidak memiliki dasar. Namun, penundaan Pemilu bukan berarti tidak mungkin. Para pendukung penundaan masuk dari pintu melegalisasikan lewat perubahan konstitusi atau amandemen UUD 1945.
Walaupun hingga saat ini belum ada usulan formal perubahan konstitusi terkait penundaan Pemilu 2024, namun bukan berarti tidak bisa. Karena jumlah mayoritas koalisi pendukung pemerintah saat ini yang ada di MPR/DPR.
Sehingga penundaan pemilu merupakan sesuatu usul yang sangat memungkinkan terjadi melalui proses amandemen UUD 1945,yang mengedepankan kesepakatan partai politik tanpa mendengarkan suara masyarakat.
Jika proses kesepakatan partai politik ini terjadi, maka akanmembuat demokrasi mengalami pembusukan. Karena masyarakatakan kehilangan hak memilih pemimpinnya. Salah satu prinsip utama demokrasi tentang pembatasan kekuasaan akan hilang dengan sendirinya.
Ketegasan Tunduk pada Konstitusi
Pernyataan Presiden JokoWidodo yang menganggap usulan penundaan Pemilu 2024 adalah bagian dari demokrasi seperti menunjukkan ketidaktegasan dalam menjalankan kewajibannya untuk berpegang teguh pada UUD 1945. Presiden seharusnya bersikap tegas menolak wacana penundaan Pemilu 2024 dan memerintahkan partai koalisi dan jajaran kabinetnya untuk berhenti mewacanakan langkah yang akan merusak semangat reformasi dan prinsip demokrasi yang berpijak pada kedaulatan rakyat.
Bukan tidak mungkin amandemen penundaan Pemilu dan perpanjangan masajabatan ini akan berlanjut pada amandemen masa jabatan yang tidak terbatas sepert ipada era orde lama dan orde baru, yang memberikan ruang bagi seorang presiden untuk dapat berkuasa dalam jangka waktu yang sangat lama.
Sedikit toleransi pergeseran konstitusi, terutama terkait jabatan bisa menjadi celah untuk mendorong munculnya pintu untuk oligarki yang berujung pada otoritarianisme, berupa tindakan kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan atas nama kehendak rakyat.
====
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Inspirasi (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]