Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
“Jangan lihat casing atau sisi luarnya, tapi periksa dulu isinya” adalah ungkapan yang sejatinya sangat tepat untuk menggambarkan praktik politik dalam proses demokrasi, terutama dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Ungkapan di atas menjadi suatu kenyataan jika melihat praktik dan perilaku aktor serta partai politik dalam kontestasi demokrasi saat ini. Sangat jelas terlihat praktik yang menonjolkan “selubung luar”, yang didominasi dengan gaya komunikasi dan trik atau adegan tertentu yang digunakan untuk menarik perhatian masyarakat sebagai profiling untuk menarik simpati dan emosi masyarakat.
Sehingga perilaku politik itu seperti tidak berbeda dengan tayangan pencarian bakat yang akan didorong menjadi idola baru yang mudah berubah gaya, ekspresi, sesuai dengan dengan kebutuhan yang ingin ditampilkan di media cetak, elektronik, dan online untuk membangun opini masyarakat terhadap pribadi yang bersangkutan, layaknya bunglon yang selalu berubah menyesuaikan lokasi dan situasi.
BACA JUGA: Analisis Debat Capres Terhadap Presepsi Pemilih pada Pilpres 2024
Praktik politik yang sangat menonjolkan kekuatan pada pencitraan, yang mengakibatkan minusnya praktik politik yang memperdebatkan, mempertarungkan atau mengadu visi, misi, gagasan dan program sebagai amunisi menarik simpati dan pilihan dari masyarakat .
Bahkan dalam ajang debat publik resmi yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih didominasi pada trik atau adegan tertentu yang digunakan untuk menjatuhkan lawan debat, tanpa memberikan substansi solusi yang layak diperdebatkan hingga dilaksanakan.
Sehingga mengesankan panggung politik dan debat seolah hanya panggung pertunjukan yang menguras emosi dan menarik simpati tanpa substansi, terutama bagaimana mewujudkan amanat konstitusi yang berlandaskan nilai keadaban, pemberdayaan, keadilan dan kemanusiaan.
Padahal sejatinya kontestasi demokrasi adalah perangkat dari politik atau usaha yang dilakukan oleh setiap orang untuk mewujudkan kebaikan bersama dengan standart etika, moral dan integritas yang berisikan perdebatan visi, misi, program atau konsepsi pada arah kebijakan, tata kelola dan partisipasi masyarakat.
BACA JUGA: Keterwakilan Perempuan dalam Politik Indonesia
Disinilah perlu dipahami bahwa demokrasi merupakan panggung pertarungan gagasan, visi, misi hingga program kerja yang tergambar menjadi suatu konsepsi yang diperdebatkan, dikritisi hingga beradu argumentasi untuk bisa saling mengadopsi, mengispirasi dan beraspirasi dalam membangun kualitas kehidupan masyarakat.
Pilpres Rasa Indonesia Idol
Melihat kesibukan partai politik dan aktor politik dalam perhelatan Pemilu serentak pada 2024, sejauh ini belum ada perdebatan atau diskursus d itengah masyarakat yang menjelaskan kesinambungan antara visi-misi, progam, terobosan untuk mengatasi persoalan dan bagaimana pelaksanaannya dengan kemampuan APBN.
Dalam beberapa kampanye, safari politik serta berbagai kegiatan dialog kampus dan kelompok profesional sudah banyak dilakukan pembahasan program oleh pasangan presiden dan wakil presiden, tapi sayangnya belum mampu menjelaskan dan membumikannya sebagai pokok argumentasi dan diskusi di kalangan masyarakat umum.
Konsepsi yang seharusnya menjadi dasar untuk menghitung komitmen calon pemimpin sebagai lukisan pemikiran yang jelas tentang perencanaan dan pelaksanaan program ketika menjalankan pemerintahan saat terpilih, seolah sengaja seperti dikaburkan dari dalam ruang publik.
BACA JUGA: Demokrasi Tanpa Etika
Dalam acara debat yang dihelat Komisi Pemilihan Umum (KPU) masyarakat cukup sulit untuk dapat menemukan substansi dari pertarungan gagasan, hingga solusi setiap permasalahan, namun justru dijebak dengan penampilan dan adegan tertentu dari calon pasangan presiden dan wakil presiden yang mengarah pada penggalangan sentimen pesona personal.
Sehingga debat bisa dikatakan kekurangan argumentasi yang mempertarungankan gagasan antar pasangan presiden dan wakil presiden gagal menjadi panggung perdebatan terkait kemampuan menyerap asiprasi dari masyarakat, dan gagal menguji kemampuan dalam mengakomodir, berkompromi hingga bernegoisasi tentang gagasan dan kebijakan sebagai calon pemimpin untuk memanggul amanat konstitusi.
Justru yang tetap mengemuka adalah praktik politik pencitraan personal dalam selubung pendekatan sentiment emosional pemilih selayaknya show panggung untuk membutakan mata para pemilih sebagai objek pendulangan suara.
Pasangan calon selayaknya memiliki basis ideologi atau pemikiran yang konsisten sebagai garis strategi dan jalan politiknya, yang relevan dengan jalinan rekam jejak atau track record dengan basis pemikiran yang diargumentasikan dalam debat maupun dialog.
Karena proses debat dan dialog umum seharusnya adalah ruang utama dari penentuan kredibilitas, kapabilitas dan kualitas pasangan presiden dan wakil presiden pada basis pemikiran atau ideologinya agar dapat terlihat secara nyata ketika memberikan argumentasi di hadapan masyarakat.
BACA JUGA: Pemilu Gado-gado
Karena faktor utama dalam memilih pemimpin apalagi dalam skala nasional adalah penjelasan yang lengkap dari sudut rekam jejak standart etika, moralitas, integritas, pemikiran dan karya sebelumnya yang membuat calon bersangkutan layak dipilih untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat yang sesuai dengan basis pemikirannya.
Sayangnya ibarat ajang Indonesia Idol, faktor popularitas dan koneksitas lebih sering digunakan menjatuhkan pilihan dalam memilih pemimpin, yang pada akhirnya sering mengabaikan persoalan kapasitas dan kapabilitas. Disinilah sering membuat pemilih memilih “kucing dalam karung“.
Karena kaburnya penjelasan dan rekam jejak calon yang akan diberikan dari segi etika, moralitas, integritas dan gagasan hingga prestasi yang dimiliki dalam memperjuangankan konsepsi pemikirannya, tanpa rekam jejak tentunya akan sangat sulit untuk mengukur stadart etika, moralitas hingga integritas.
Jika melihat perkembangan menjelang Pemilu 2024 sepertinya tradisi politik pencitraan dan penggalangan sentimen pesona personal tanpa solusi serta isi akan tetap berlangsung, karena lebih mengutamakan casing atau selubung luar dalam menarik simpati dan empati masyarakat.
Bukan Memilih Artis Idola
Bagi masyarakat pemilih yang mengakses media sosial salah satu tantangan terberat adalah menghadapi jejalan penggalangan sentimen pesona personal tanpa penjelasan arah kebijakan, strategi penggerakan komponen negara, serta fokus pembangunan untuk masa pemerintahan 2024-2029.
BACA JUGA: Peradaban Politik Indonesia dan Fenomena-fenomena yang Terjadi
Dari pertarungan debat KPU dan dialog-dialog yang telah berjalan sejauh ini, maka sudah selayaknya masyarakat memastikan kualitas integritas, kualitas otoritas pribadi, sebagai karakter dan perilaku etis yang bersifat moral dan personal.
Integritas sebagai cermin dari satunya pikiran, perkataan dan perbuatan, keteguhan dalam menjalankan komitmen, konsisten menjalankan prinsip, serta keberanian untuk memikul tanggung jawab akan terlihat kualitas dan otoritas setiap pasangan presiden dan wakil presiden.
Dari rekam jejak berdasarkan standart etika, moralitas, integritas, pemikiran dan karya sebelumnya akan terlihat kapabilitas, yang merupakan gabungan dari motivasi, pengetahuan dan keterampilan dari pasangan presiden dan wakil presiden untuk menjelaskan solusi, strategi dan pilihan kebijakan yang akan diukur dari kualitas pengalamannya.
Seperti pasangan calon presiden Ganjar Pranowo yang memiliki pengalaman anggota legislatif DPR RI selama 10 tahun dan Gubernur Jawa Tengah selama 10 tahun. Calon wakil presiden Prof Mahfud MD yang berpengalaman menjadi anggota legislatif DPR RI, Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi, Menteri Pertahanan dan saat ini Menteri Koodinator Politik, Hukum, Keamanan.
Rekam jejak para pasangan presiden dan wakil presiden akan mencerminkan kemampuan manajerial yang merupakan kewenangan politik secara formal untuk menggerakkan pemerintahan, yakni menggunakan otoritas yang dimiliki sebagai alat yang efektif untuk menerapkan, memilih, melaksanakan program dan menunjuk pelaksana untuk mewujudkan konsepsinya.
Maka panggung demokrasi dalam Pilpres 2024 akan melahirkan pemimpin yang memiliki konsep yang jelas dan realistis untuk dijalankan sesuai dengan kemampuan keuangan negara, dan tidak terjebak dalam pilihan akibat sentimen pesona personal yang layak menjadi idola seperti dalam dunia hiburan.
===
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Inspirasi (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]