Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pertemuan besar-besaran dilakukan oleh para pejabat di Cina. Para pejabat melakukan pembahasan untuk langkah-langkah baru dalam menstabilkan ekonomi yang telah terpukul dengan berbagai pembatasan ketat COVID-19.
Dilansir dari CNN, Jumat (27/8/2022), ada lebih dari 100 ribu orang ikut pertemuan tersebut. Terdiri dari pejabat pemerintah pusat hingga tingkat provinsi. Pertemuan besar-besaran ini dilakukan dengan telekonferensi video.
Pejabat tinggi Cina dilaporkan hadir pada pertemuan itu, salah satunya adalah Perdana Menteri Li Keqiang yang mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan dalam mempertahankan pekerjaan dan mengurangi pengangguran.
Negara dengan kapasitas ekonomi terbesar kedua di dunia ini telah menderita di berbagai sektor sejak gelombang COVID-19 kembali menyebar pada bulan Maret. Hal itu mendorong kebijakan lockdown di banyak kota besar, terutama pusat keuangan Shanghai.
Li menunjukkan beberapa dampak pelemahan ekonomi imbas lockdown di Cina. Misalnya tingkat pengangguran, produksi industri yang lebih rendah, transportasi kargo yang berkurang, hingga rusaknya rantai pasok.
Dia mengatakan bahwa dalam beberapa aspek, dampak ekonomi yang terlihat pada Maret dan April telah melampaui dampak yang terjadi pada tahun 2020. Di tahun itu virus Corona mulai merebak di Cina dan secara cepat menjadi wabah. Li juga menjadi semakin vokal tentang penurunan ekonomi dalam beberapa pekan terakhir. Menyebut situasinya kompleks dan serius pada awal Mei.
Pernyataan Li memang tidak sepenuhnya salah. Beberapa bank investasi pun memangkas perkiraan mereka untuk ekonomi Cina tahun ini, yang menyiratkan ekonomi Cina memang melambat.
Awal pekan ini, UBS misalnya menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB setahun penuh menjadi 3% untuk China. UBS menyebutkan risiko dari kebijakan ketat nol-COVID Beijing sangat berpengaruh pada perekonomian Cina.
Cina sendiri mengharapkan pertumbuhan sekitar 5,5% tahun ini. Ekonomi terbesar kedua di dunia itu melaporkan pertumbuhan 8,1% tahun lalu, dan 2,3% pada 2020, laju paling lambat dalam beberapa dekade.
Pertemuan eksekutif Dewan Negara China sendiri telah meluncurkan 33 langkah ekonomi baru. Termasuk meningkatkan pengembalian pajak, memberikan pinjaman kepada usaha kecil, dan memberikan pinjaman darurat kepada industri penerbangan yang terpukul.
Beberapa poin dari 33 kebijakan itu juga adalah melakukan upaya untuk melonggarkan pembatasan COVID-19. Seperti mencabut pembatasan truk yang bepergian dari daerah berisiko rendah.
Sepanjang pandemi, Cina menjadi negara yang seringkali melakukan kebijakan pengetatan aktivitas. Hal itu bertujuan untuk membasmi semua rantai penularan menggunakan kontrol perbatasan, karantina wajib, pengujian massal, dan penguncian cepat.
Pada pertengahan Mei, setidaknya ada lebih dari 30 kota berada di bawah kebijakan lockdown. Baik yang penuh ataupun yang hanya sebagian. Kebijakan itu berdampak pada hingga 220 juta orang secara nasional.
Meski beberapa kota tersebut telah dibuka kembali, namun dampak dari gangguan tersebut masih terasa, dengan tingkat pengangguran melonjak ke level tertinggi sejak awal wabah virus corona pada awal 2020. Banyak perusahaan terpaksa menangguhkan operasi, termasuk pembuat mobil Tesla dan Volkswagen.(dtf)