Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Harga karet di tingkat petani hanya berkisar Rp5.000 hingga Rp 6.000/kg. Harga ini didapat petani karena menjual getah deres dan jual dalam satu hari ke ke pengumpul atau tengkulak. Padahal beberapa pekan sebelumnya, harga karet masih bisa bertengger di level Rp 10.000/kg.
Harga yang diterima petani dipicu penurunan harga di pasar internasional. Harga karet memang sudah mulai mencatatkan penurunan sejak awal tahun. Pada 3 Januari, harga karet TSR20 di bursa berjangka Singapura (SGX) tercatat US$175,1 sen/kg. Harga karet juga cenderung turun hingga pada 9 Mei tercatat US$155,8 sen/kg. Perdagangan hari selanjutnya memang mengalami peningkatan, namun harganya terjun bebas dan awal Septembel dibanderol US$133,3 sen/kg. Saat ini, harga karet juga masih bertahan rendah di level US$134,80 sen/kg.
Petani karet di Desa Sipangko, Kecamatan Angkola Muara Tais, Tapanuli Selatan, Ammar Harahap, mengatakan, penurunan ini membuat petani sedih. "Karena disaat harga karet turun, harga beras malah naik. Jadi petani pasti kesulitan karena biaya hidup naik sementara pendapatan berkurang karena harga jual karet turun," katanya, Kamis (15/9/2022).
Ammar mengatakan, saat ini, untuk luasan kebun kira-kira setengah hektare dengan tanaman sebanyak 200-250 batang, petani bisa mendapatkan getah deres sekitar 20-25 kg. Jika dihitung, pengahasilan petani itu sekitar Rp100.000 hingga Rp150.000/sekali menderes. Dalam satu minggu, bisa 2-3 kali menderes. Tapi dengan harga saat ini, pendapatan petani pun semakin tergerus.
Sementara itu, harga jual karet dari tengkulak ke pabrik berkisar Rp9.000 hingga Rp12.000/kg. "Harga ini untuk getah yang sudah kering," kata pengumpul getah karet, di Kelurahan Bintuju Kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan, Cakwar Lubis.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, mengatakan, penurunan harga karet dipicu oleh potensi kenaikan lebih lanjut suku bunga serta melemahnya ekonomi Cina. "Selain itu ada juga kekhawatiran akan resesi global. Meski memang faktor Cina cukup dominan mengingat negara ini adalah konsumen karet nomor satu dunia," katanya.
Merujuk pada data tahun 2021, tiga besar konsumen utama karet dunia adalah Cina sebesar 41,2%, lalu India sebesar 8,7% dan Amerika Serikat (AS) sebesar 6,7%.
Secara internasional - ITRC (International Tripartite Rubber Council) sebagai stabilisator harga karet alam diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk menahan penurunan harga karet. "Kalau dari dalam negeri, semoga pemerintah pusat memperhatikan petani karet," kata Edy.