Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PERTANIAN sebagai leading sector di Indonesia selalu menarik untuk ditelisik. Bagaimana mengagumkannya sektor ini sehingga nampak menonjol dengan tetap tumbuh positif di tengah kontraksi pertumbuhan ekonomi di masa pandemi. Bukan hanya memiliki pertumbuhan yang positif, bahkan sektor pertanian memiliki andil besar dalam menopang angka pertumbuhan ekonomi dengan mencatat kontribusi sebesar 15,46 persen di kuartal kedua Tahun 2020. Sektor pertanian juga menampung sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, dimana di Tahun 2022 BPS mencatat 29,96 persen dari penduduk yang bekerja terjun di sektor pertanian.
BPS dalam rilis rutinnya di awal November ini melaporkan angka Nilai Tukar Petani (NTP) di bulan Oktober sebesar 107,27 persen. Angka NTP menggambarkan perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar oleh petani. Angka ini merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.
Selain itu, angka NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh petani maupun untuk biaya produksinya. Pemerintah menggunakan angka NTP sebagai salah satu indikator yang menggambarkan kesejahteraan petani. Angka NTP ini kerap muncul dalam pembahasan rancangan pembangunan, baik di level pusat, maupun di level kabupaten/kota, dimana harapannya adalah agar angka NTP bisa terus positif dan meningkat besarnya.
Secara sederhana, angka NTP di atas 100 sudah merupakan tanda positif bagi kondisi kesejahteraan petani. Angka NTP di atas 100 dapat diartikan sebagai kondisi petani mengalami surplus atau dengan kata lain pendapatan yang dihasilkan petani atas usaha pertaniannya lebih besar daripada pengeluaran yang petani tersebut habiskan. Sebaliknya, jika angka NTP di bawah 100, maka dapat diartikan petani mengalami defisit. Angka NTP di bawah 100 menunjukkan bahwa pendapatan petani lebih kecil daripada besaran pengeluaran petani tersebut. Atau dengan kata lain petani merugi.
Perkembangan NTP dari waktu ke waktu sayangnya tampak stagnan. Jika kita perhatikan setiap bulan, meskipun cenderung meningkat tetapi angka NTP ini belum menunjukkan perbandingan selisih keuntungan yang optimal. Artinya, walaupun positif, angka NTP tidak jauh dari kisaran angka 100.
Dengan demikian bisa disimpulkan besarnya pendapatan petani belum terlalu jauh dari besarnya pengeluaran mereka. Gambaran tentang belum terimbanginya peningkatan biaya hidup petani jika dibandingkan dengan pendapatannya dapat kita lihat dari tren perkembangan angka NTP yang tampak stagnan tersebut.
Tidak terimbanginya pengeluaran dibandingkan pendapatan petani juga tergambar dari angka kemiskinan di sektor pertanian. BPS mencatat angka kemiskinan di pedesaaan pada Bulan Maret 2022 sebesar 12,29 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan perkotaan yang tercatat sebesar 7,50 persen. Wilayah pedesaan yang didominasi oleh rumah tangga yang penghasilannya bersumber dari pertanian tampak lebih sulit keluar dari kemiskinan jika dibandingkan dengan wilayah perkotaan.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan BPS juga menunjukkan sektor pertanian erat kaitannya dengan kemiskinan. Rumah tangga miskin yang sumber penghasilan utamanya di sektor pertanian berkontribusi menyumbang rumah tangga miskin di Indonesia sebesar 31,60 persen pada semester pertama Tahun 2021. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana terdapat 27,33 persen rumah tangga miskin di Indonesia yang bersumber penghasilan dari pertanian.
Sebenarnya apa yang menjadi penyebab kesejahteraan petani di Indonesia tidak menunjukkan kondisi yang menjanjikan?
Jika kita telisik hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013), keterbatasan lahan menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas di sektor pertanian. Lahan yang terbatas membuat petani tidak optimal dalam menghasilkan produk-produk pertaniannya. Seringkali ongkos produksi yang dikeluarkan pas-pasan atau tidak sebanding dengan kebutuhan hidup keluarga petani.
BACA JUGA: Regsosek untuk Reformasi Sistem Perlindungan Sosial
Permasalahan minimnya lahan yang dikuasai petani seiring dengan modernisasi di berbagai wilayah yang berpengaruh pada penggunaan lahan. Fenomena perubahan fungsi lahan dari lahan pertanian ke bukan lahan pertanian pun semakin marak terjadi. Bisa dibayangkan bagaimana prospek pertanian ke depannya jika dilihat dari semakin berkurangnya areal lahan pertanian di Indonesia.
Mereka yang bekerja di sektor pertanian juga umumnya sudah tua dan bukan pekerja yang berpendidikan ataupun memiliki keterampilan yang mimpuni. Sektor pertanian memang banyak menampung tenaga kerja, namun umumnya tenaga kerja yang terjun di bidang pertanian bukan mereka yang berpendidikan tinggi. Kondisi ini membuat usaha pertanian sulit diajak untuk menerapkan teknologi yang lebih modern.
Dengan demikian optimalisasi lahan yang terbatas dengan memanfaatkan teknologi menjadi sulit diterapkan. Layaknya lingkaran setan, minimnya lahan, minimnya teknologi, rendahnya produktivitas, pendapatan yang turut rendah, pada akhirnya membuat tenaga kerja berpendidikan dan berusia produktif enggan bergabung di sektor pertanian.
Rantai distribusi yang panjang sebagai salah satu akibat karena sarana yang dimiliki petani tidak tersedia, juga menjadi faktor minimnya pendapatan petani. Seringkali petani yang tidak memiliki modal usaha yang cukup tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menyimpan dan memastikan kualitas hasil pertanian terjaga.
Ketidakmampuan petani dalam menjaga kualitas hasil pertanian ini dimanfaatkan sejumlah distributor untuk mengambil margin keuntungan. Jika petani mampu memberikan harga dan kualitas yang setara langsung ke konsumen, tentu pendapatan yang mereka hasilkan akan lebih banyak. Sayangnya, sebagian besar petani tidak memiliki modal itu. Maka yang terjadi adalah saat harga pangan terutama yang berasal dari sektor pertanian sedang mengalami kenaikan, petani tidak selalu mendapatkan keuntungan yang sejalan dengan kenaikan tersebut.
Kita semua paham bahwa pertanian adalah sektor yang penting. Tidak hanya kontribusinya bagi perekonomian, tetapi bagaimana hasil produksi sektor pertanian menjamin ketahanan pangan kita. Sudah saatnya kita sama-sama memperhatikan sektor ini, menjaganya agar terus dominan, serta memastikan pelaku pertanian tetap bertahan dan lebih sejahtera.
Dari sisi konsumen, mungkin kita bisa mendukung dari hal-hal kecil seperti lebih memilih produk konsumsi pertanian dalam negeri dibandingkan produk import. Dari sisi pemerintah, upaya peningkatan akses pasar bagi petani sangat diperlukan. Pemerintah harus aware dengan rantai perdagangan produk pertanian dari petani sebagai produsen hingga ke konsumen.
Memberikan fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung rantai perdagangan yang memihak pada peningkatan kesejahteraan petani sudah sewajarnya menjadi perhatian pemerintah. Hal ini bisa diprioritaskan kepada sektor-sektor pertanian dengan margin perdagangan terbesar dan melihat bagaimana indikator kesejahteraan petani di sektor tersebut.
Memangkas rantai perdagangan dengan memfasilitasi dekatnya jarak dari petani ke konsumen adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah. Sudah saatnya kita berfokus pada kesejahteraan petani sebelum sektor pertanian ditinggalkan dan tak lagi memberi harapan pada penghidupan.
====
Penulis Statistisi Ahli Muda di BPS Kabupaten Asahan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]