Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
DALAM proses pembangunan yang berkesinambungan, pembangunan tidak hanya berdampak pada fisik, sosial, ekonomi, tetapi juga mencakup aspek sumber daya manusia. Dalam rancangan pembangunan di Indonesia, baik yang termaktub dalam RPJM pusat maupun daerah, pembangunan yang mencakup kualitas sumber daya manusia juga memasukkan poin pengarusutamaan gender sebagai bagian dari yang tak terpisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pengarusutamaan gender tidak hanya melulu soal penyetaraan hak antara laki-laki dan perempuan, namun juga mendorong keterlibatan lebih perempuan dalam memaksimalkan potensinya hingga berdampak pada pembangunan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam rangkaian Peringatan Hari Ibu yang rutin dilaksanakan menjelang tanggal 22 di Bulan Desember turut menyoroti peran perempuan dalam pembangunan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari sejarah yang melatarbelakangi munculnya Peringatan Hari Ibu yang berasal dari peristiwa Kongres Perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Pada deklarasi tersebut, tekad dan perjuangan kaum perempuan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia ditandai dengan menjadikan tanggal 22 Desember sebagai Peringatan Hari Ibu. Semangat kemerdekaan yang digelorakan perempuan di jaman itu juga merupakan wujud lain dari partisipasi perempuan dalam proses pembangunan. Bagaimana perempuan berkumpul untuk memastikan keterlibatannya dalam memulai perubahan besar bagi bangsa dan negara adalah bentuk nyata yang layak dikenang dan diperingati.
Dalam tema Peringatan Hari Ibu 22 Desember 2022 ini, tema yang dirilis adalah Perempuan Berdaya, Indonesia Maju. Tema ini dilengkapi dengan 4 subtema yang merinci lebih detail tema besar tersebut, yakni: (1) Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan; (2) Perempuan dan Digital Economy; (3) Perempuan dan Kepemimpinan; dan (4) Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya. Keempat subtema ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mencapai tema besar yang konsisten digaungkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Lantas, sejauh ini bagaimana kondisi perempuan Indonesia? Badan Pusat Statistik (BPS) rutin mempublikasikan berbagai indikator yang menggambarkan kesetaraan gender di Indonesia. Berbagai indikator ini, selain berfungsi sebagai bahan evaluasi dan monitoring, juga menjadi dasar perencanaan pembangunan. Di Tahun 2021, BPS mencatat angka Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia sebesar 0,39.
Angka ini menggambarkan kondisi kerugian/kegagalan pencapaian pembangunan manusia akibat adanya ketidaksetaraan gender sebesar 39 persen. Kondisi ini sedikit membaik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana IKG Indonesia sebesar 0,40 atau mengalami kerugian akibat ketidaksetaraan gender sebesar 40 persen. IKG dihitung berdasarkan berbagai komponen, seperti proporsi persalinan tidak di fasilitas kesehatan, proporsi perempuan yang melahirkan pada usia muda, persentasae keterwakilan laki-laki dan perempuan di parlemen, persentase penduduk laki-laki dan perempuan berpendidikan minimal SMA, dan tingkat partisipasi angkatan kerja.
Dari sisi pendidikan, memang fenomena tertinggalnya perempuan dibandingkan laki-laki selalu menjadi salah satu kendala yang berat. BPS mencatat persentase penduduk perempuan berusia 15 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah lebih tinggi daripada laki-laki.
Di Tahun 2022 sebanyak 14,26 persen perempuan berusia 15 tahun ke atas tidak memiliki ijazah tanda tamat belajar formal sama sekali. Sedangkan laki-laki yang mengalami kondisi tersebut hanya 10,74 persen. Bahkan jika dilihat dari kewilayahan, kondisi ini semakin parah untuk mereka yang tinggal di perdesaan. Persentase perempuan yang berusia 15 tahun ke atas yang sama sekali tidak memiliki ijazah sebesar 19,77 persen.
Sejalan dengan pendidikan, kondisi ketenagakerjaan juga tidak menguntungkan di sisi perempuan. BPS melaporkan di Tahun 2022, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan di Indonesia hanya sebesar 54,27 persen. Jika dibandingkan dengan TPAK laki-laki yang mencapai 83,65 persen, tentu saja TPAK perempuan ini sangat jauh dari kesetaraan.
BACA JUGA: Menelisik Kesejahteraan Petani
Jika dilihat lebih detail lagi, di Tahun 2021 perempuan yang bekerja sebagai tenaga profesional hanya sebesar 49,99 persen. Selain karena faktor pendidikan dan keterampilan, fenomena kesempatan kerja yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan juga menjadi salah satu hambatan perempuan meningkatkan partisipasinya di dunia kerja.
Di tengah-tengah budaya patriarki yang dominan di Indonesia, perempuan memang memiliki tantangan tersendiri untuk berkontribusi lebih pada proses pembangunan. Ada banyak kendala yang harus dihadapi perempuan, yang tidak akan dialami oleh laki-laki. Mulai dari sisi budaya dan kebiasaan adat istiadat, hingga peraturan dan hukum yang berlaku. Kendala ini sudah seharusnya menjadi perhatian bersama berbagai pihak.
Walau terdengar klise, pemerintah harus terus mendorong partisipasi sekolah perempuan. Istilah ‘jemput bola’ harus diterapkan jika pemerintah mengetahui ada anak-anak perempuan yang putus sekolah. Dalam mendukung aksi ini, tentu saja dibutuhkan kerjasama banyak pihak, mulai dari lembaga atau sekolah hingga masyarakat luas. Kepedulian besar terhadap anak putus sekolah, khususnya perempuan harus ditanamkan pada seluruh lapisan masyarakat kita. Cari akar rumput masalahnya, kenapa sampai putus sekolah.
Pemerintah juga harus memperhatikan kesempatan kerja bagi perempuan, apakah seluruh sektor lapangan usaha sudah memberikan peluangan kerja yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Belum lagi soal upah. Seharusnya sudah tidak ada lagi pembeda upah antara laki-laki dan perempuan.
Peraturan yang mendukung partisipasi perempuan di dunia kerja seharusnya lebih memudahkan dan menguntungkan, agar lebih banyak lagi perempuan yang aktif secara ekonomi. Meski kita sama-sama tahu, stigma di masyarakat masih meminta perempuan tetap bertanggung jawab atas urusan domestik rumah tangga. Untuk itu, ruang yang mendorong perempuan ikut berpartisipasi secara ekonomi seharusnya diperhatikan.
Bagaimanapun, kembali pada sejarah Peringatan Hari Ibu, perempuan Indonesia selalu punya andil dalam proses perubahan bangsa dan negara yang lebih baik. Tugas kita semua untuk memastikan mereka memiliki kesempatan untuk memperjuangkan cita-citanya. Selamat Hari Ibu, berdayakan perempuan untuk Indonesia maju!
====
Penulis Statistisi Ahli Muda di BPS Kabupaten Asahan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]