Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Sumatra Utara (Sumut) disebabkan karena terbatasnya alokasi dibandingkan dengan kebutuhan.
Sebagai gambaran, berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), kebutuhan pupuk bersubsidi pada tahun 2022 mencapai 25 juta ton. Namun sayangnya alokasi yang disediakan pemerintah hanya sekitar 9,1 juta ton saja.
“Hal ini yang perlu diketahui. Kelangkaan pupuk subsidi ini memang karena kekurangan dari jumlah yang dibutuhkan petani,” ujar SVP PT Pupuk Indonesia, Agus Susanto, pada kegiatan Media Gathering PSO Wilayah Barat, yang berlangsung di Restoran Budaya, Tanjung Morawa, Deli Serdang, Jumat (23/12/2022).
Agus menambahkan, secara khusus di wilayah Sumatra Utara, PT Pupuk Indonesia telah menyalurkan pupuk bersubsidi jenis Urea sebanyak 159.131 ton atau sekitar 94% dari alokasi 168.487 ton. Sedangkan untuk NPK sudah tersalur sebanyak 122.644 ton atau 97% dari alokasi 126.693 ton.
“Dalam menyalurkan pupuk bersubsidi, kami tidak hanya mengikuti aturan dalam Peraturan Menteri Pertanian, namun juga Peraturan Menteri Perdagangan dimana kami kita diwajibkan untuk menyiapkan stok dalam gudang,” ujarnya.
Stok yang mereka miliki saat ini yakni Urea sebanyak 18.154 ton, sedangkan NPK sebanyak 15.180 ton. “Selain untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun 2022, ini juga untuk kebutuhan penyaluran di 2023,” pungkasnya.
Agus juga mengatakan, untuk tahun 2023, pengalokasian pupuk bersubsidi akan menggunakan aplikasi e-Alokasi dan aplikasi ini menggantikan sistem elektronik e-RDKK yang berisi data para petani yang membutuhkan pupuk bersubsidi pada masing-masing daerah.
e-Alokasi memadukan antara RDKK dengan alokasi pupuk bersubsidi yang terintegrasi dengan data para petani di Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian) yang berisi informasi kelembagaan penyuluhan pertanian dan tenaga penyuluh.
“Didalamnya nanti sudah tercantum data petani, luas lahan, komoditas hingga dosis yang direkomendasikan untuk tanaman,” tutur Agus.
Agus mengungkapkan, ketersediaan pupuk bersubsidi yang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan petani membuat pemerintah harus memastikan agar distribusi harus tepat sasaran.
Digitalisasi dalam proses distribusi pupuk bersubidi ini diharapkan mereduksi potensi gangguan akibat ketersediaan pupuk yang belum memenuhi kebutuhan petani.
“e-Alokasi artinya Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) mengusulkan daftar nama petani, alokasinya berapa dan itu nanti dibagi habis dengan petani yang diusulkan di daerah tersebut,” ujarnya.