Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
INISIATIF besar Pemerintah Indonesia mengakhiri Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak akhir tahun lalu dirasa sangat tepat bagi eksistensi kehidupan ekonomi nasional memasuki bulan awal 2023.
Keputusan Presiden mencabut aturan PPKM menjadi angin segar pemulihan kesehatan dan ekonomi secara bersama–sama.
Pencabutan PPKM merupakan bagian dari transisi pendemi menjadi endemi. Dimana pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan pandemi secara bertahap.
Pencabutan kebijakan PPKM dinilai akan menggenjot ekonomi Indonesia 2023 yang diproyeksikan mendapatkan tantangan yang berat akibat adanya dampak resesi global.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 diprediksi mencapai 4%-5% (year on year/yoy). Jika kita bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 2022 kemarin yang berada pada kisaran 5%-an sampai 5,1%, maka 2023 ini besar kemungkinan mengalami sedikit perlambatan, walau tidak terlalu dalam dan tak sampai mengundang bahaya resesi secara besar.
Kesepakatan Baru
Bila direfleksikan kembali pada data sejarah, kebangkitan ekonomi setelah pandemi jelas membutuhkan jangka waktu yang lama. Karena jika melihat pada pola perkembangan yang terjadi pada masa wabah pandemi Flu Spanyol yang terjadi pada 1918-1919.
Pandemi Flu Spanyol sanggup meluluhlantakan kondisi sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat Hindia Belanda.
Meskipun pandemi Flu Spanyol 1918-1919 sangat besar bagi kondisi sosial dan ekonomi Hindia Belanda, tapi pandemi Flu Spanyol tak sampai menghasilkan angka pertumbuhan ekonomi yang negatif.
Dari data yang disajikan koran kolonial Bataviaasch Nieuwsblad, sampai 1919 Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Hindia Belanda masih mampu tumbuh dalam kisaran angka 5%-6,6%.
Sektor yang sangat mendukung bantalan ekonomi Hindia Belanda saat itu adalah produktivitas pangan yang berjalan dengan sangat dinamis pada banyak pedesaan.
Secara analisis, perkembangan pertanian dan perkebunan masa pandemi Flu Spanyol mengalami gerak pertumbuhan signifikan dan stabil.
Berjalannya pertumbuhan ekonomi Hindia Belanda di tengah hantaman pandemi Flu Spanyol mampu mengarahkan pemerintah Hindia Belanda untuk dapat berpikir jernih memisahkan urusan pengendalian virus dan penanganan kesehatan dengan konstelasi ekonomi.
Namun demikian meski bantalan konsumsi domestik cukup berhasil dalam menjaga kestabilan ekonomi lokal Hindia Belanda.
Pada industri perdagangan ekspor global, pemulihan ekonomi faktanya mengalami kendala yang sangat berarti. Satu dekade selepas wabah pandemi Flu Spanyol berakhir, konstelasi ekonomi global masih sangat rapuh untuk menahan tekanan besar dari konsumsi industri global.
Terjadinya depresi besar (great depression) 1930-an saat ada tekanan yang serius dalam dunia perdagangan ekspor pasca satu dekade lebih wabah pandemi
Flu Spanyol berakhir, telah menunjukkan betapa pentingnya menjaga relasi ekosistem dari ekonomi global. Seperti yang diulas oleh JS Furnivall dalam Netherlands India A Study of Plural Economy(1944).
Harga komoditi perdagangan pasar dunia saat itu merosot tajam demikian pula permintaannya. Jumlah keseluruhan nilai ekspor dan tanah jajahan menurun, meskipun demikian bunga dan hutang luar negeri yang tetap tinggi masih harus dibayar, yang pda akhirnya menciptakan sisa pembayaran luar negeri yang sangat sedikit. (JS Furnivall, 1944).
Saat terjadi krisis ekonomi 1930, impor barang-barang hasil industri merosot tajam dan masih retap rendah selama depresi, terutama saat masuk periode 1931 - 1935.
Hal itu menimbulkan kesulitan ekonomi yang berat di seluruh daerah jajahan. Situasi ini setidaknya telah menyebabkan bangkrutnya banyak perusahaan perkebunan baik di Jawa maupun di Sumatra Timur.
Kondisi the great depression 1929-1939 seperti yang diungkapkan oleh Michael Bernstein dalamThe Great Depression: Delayed Recovery and Economic Change in America, 1929-1939 (1987), telah menyebabkan masyarakat ekonomi dunia menjadi panik karena ketidaksbilan ekosistem ekonomi global yang semestinya dapat menata serapan daya beli secara baik dan hilirisasi pembangunan industri besar secara bijak.
Saat itu, negara Amerika Serikat mengalami kejatuhan daya beli, investasi dan industri perdagangan besar yang pada ujungnya memunculkan banyak pengganguran.
Merebaknya kasus pengangguran banyak negara saat itu menyebabkan kredit macet, dan semakin melonjaknya penyitaan aset.
Beberapa negara dunia yang sangat bergantung pada hilirisasi ekonomi global seperti Hindia Belanda faktanya juga ikut terpuruk ditengah industri dunia yang tengah lesu.
Tak pelak kondisi itu membuat produktivitas kehidupan pertanian Hindia Belanda menjadi anjlok dan banyak petani saat itu yang membiarkan hasil panennya membusuk di ladang.
Sebagai antisipasi, Amerika Serikat sebagai negara dengan kapital ekonomi besar di dunia saat itu menyiapkan solusi dukungan kepada bank-bank lewat pinjaman yang diberikan oleh pemerintah. Harapannya, setelah pinjaman diberikan bank mulai beroperasi normal dan kembali memperkerjakan karyawan. Tapi, inisiatif ini faktanya masih gagal.
Barulah, era Franklin Delano Roosevelt, melalui “kapitalisme berjaring pengaman subsidi” alias social safety net dengan kebijakan “New Deal” ekonomi global pada 1933 Amerika Serikat mulai mampu bangkit dari tekanan resesi global.
BACA JUGA: Merawat Keberlanjutan Ekonomi Global
Melalui program New Deal, Amerika Serikat mulai menata kekuatan ekonomi global melalui langkah pemeriksaan kepada bank – bank seluruh kawasan Amerika Serikat agar tetap sehat secara finansial, membuka lapangan kerja untuk menggarap lahan publik, menukar nilai emas dengan dolar, mendanai beragam komponen pertanian, konstruksi, pendidikan, kesenian, dan memberikan pinjaman petani untuk menyelamatkan ladang ternak dari penyitaan.
Situasi itu memberi keberhasilan dalam mengendalikan ekonomi domestik Amerika Serikat dan memberi pengaruh terhadap kenormalan kondisi ekonomi global dalam menata ekosistem perdagangan.
Rasionalisasi Kebutuhan
Krisis akibat pandemi Covid-19 boleh jadi lebih parah dibandingkan dari the great depression pada 1930-an. Karena menguras anggaran belanja publik secara besar sementara serapan ekonomi tak diambil karena kebijakan pembatasan sosial.
Ketika dunia dilanda Covid-19 perekonomian global tertekan akibat lockdown yang dilakukan banyak negara, produksi pabrik terbatas, transportasi tak normal dan permintaan yang ikut menurun.
Seperti pada masa depresi besar (great depression) 1930-an, solusi rasional dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional juga harus berangkat dari kesepakatan baru (new deal) yang melihat sisi kebutuhan ekonomi nasional dalam menjaga pertumbuhan pendapatan era transisi pandemi ke endemi Covid-19.
Raihan pendapatan harus selaras dengan kebutuhan yang berkembang masyarakat. Karena jangan sampai dampak stimulus ekonomi berlebih memberikan dampak over supply dari banyak unit usaha sehingga menyebabkan daya beli turun. Stok meningkat tapi distribusi pasar menjadi anjlok.
Untuk mewujudkan kemakmuran ekonomi selama masa transisi endemi, pemerintah Indonesia sudah selayaknya mengeluarkan kebijakan publik terarah dengan mendorong segala macam ruang peningkatan permintaan agregat dan efektivitas investasi pemerintah.
Di antaranya melalui kerjasama ekonomi digital yang sebenarnya agar memberi garansi tinggi terhadap kestabilan pertumbuhan ekonomi negara.
Pemerintah pada posisi ini harus benar – benar menyiapkan strategi khusus supaya serapan unit usaha produktif mampu didistribusikan secara baik dengan sistem kerja inklusif demi mendorong distribusi dari seluruh pelosok lokal Indonesia dapat berjalan secara maksimal.
Contoh sederhana, Pemerintah dapat berinvestasi dalam sistem usaha pertanian dan perikanan berbasis digital sehingga pemetaan stok pangan agraria dan maritim ke semua pelaku ekonomi nasional dan global dapat terkoneksi dengan baik.
Jika kebutuhan serapan ekonomi dari lintas pulau dan negara tinggi maka segmentasi pasar akan mudah dipetakan secara baik oleh pemerintah Indonesia.
Perputaran uang tentu akan berjalan cepat seiring terjadinya dinamisasi ekonomi digital yang menuntut hadirnya ruang praktis, efektif dan produktif yang ujungnya memberi benefit yang baik bagi keberlanjutan kestabilan ekonomi Indonesia.
====
Penulis Analis dan Eksekutif Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG) posisi lanskap, data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]