Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
KETERLIBATAN perempuan dalam proses politik di Indonesia masih sangat minim. Sedikitnya keterwakilan perempuan di dalam politik disebabkan oleh kondisi struktural dan kultural bangsa Indonesia. Padahal, hak politik perempuan dalam pemilu legislatif di Indonesia diatur tegas dalam undang-undang.
Sementara tantangan perempuan di dunia politik melibatkan ketidaksetaraan dalam refresentasi, stereotip gender, dan hambatan akses. Namun peluang muncul melalui advokasi kesetaraan gender dan peningkatan kesadaran terhadap pentingnya partisipasi perempuan dalam mengambil keputusan politik.
Oleh karena itu negara hadir membuka peluang tersebut untuk dapat dimanfaatkan kaum perempuan dalam dunia politik dan kekuasaan.
Penelitian tentang keterlibatan perempuan dalam dunia politik masih terbatas. Beberapa penelitian mencoba mengintegrasikan keterlibatan perempuan dalam dunia politik.
Para peneliti berpendapat ada dua penyebab rendahnya partispasi perempuan dalam dunia politik. Pertama, internal wanita. Faktor ini ditunjukkan masih rendahnya dan terbatasnya motivasi wanita agar meningkatkan dirinya untuk maju, sikap menerima dan pasrah terhadap keadaan, merasa rendah diri, tidak berdaya dan tidak mandiri. Gerak wanita juga terkendala oleh ukuran-ukuran objektif dari sumber daya manusia, misalnya rendahnya pendidikan dan pengetahuan.
BACA JUGA: Demokrasi Tanpa Etika
Kedua, eksternal wanita. Faktor, ini dipengaruhi oleh hal-hal yang menyangkut nilai-nilai budaya di masyarakat, tidak komperehensifnya penterjemah ajaran agama, aturan hukum dan kebijakan sertapola pengambilan keputusan dalam berbagai bidang kehidupan yang masih bias gender.
Nilai-nilai budaya patriarki atau sistem sosial yang menempatkan pria sebagai pemegang kekuasaan mengakibatkan wanita terdiskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan dan dianggap warga negara kelas dua.
Hal-hal inilah yang telah mempengaruhi cara wanita mengembangkan konsep diri yang telah menghambat dirinya untuk maju. Tingginya budaya patriarki yang melekat dalam budaya Indonesia menjadi penghalang keterwakilan wanita dalam legislatif.
Budaya ini memandang bahwa wanita itu lemah dan lebih memposisikan wanita sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, adanya subordinasi gender menjadi penghalang bagi keterwakilan wanita untuk berpartisipasi dalam politik.
Menghadapi hal demikian, pemerintah sebagai pemegang kebijakan telah menetapkan sejumlah undang-undang untuk mendorong keterwakilan wanita dalam legislatif, yakni UU Nomor 2 Tahun 2008 dan UU Nomor 10 Tahun 2008, merupakan UU yang ditetapkan pemerintah untuk mendorong keterwakilan wanita dalam legislatif.
Dalam dua undang-undang tersebut, wanita memiliki kuota sebesar 30% untuk turut serta di dalam legislatif. Sedangkan, parpol berperan untuk mengakomodir keterwakilan wanita dalam legislatif. Melalui ketetapan tersebut, wanita dapat turut berpartisipasi dalam legislatif, sejajar dengan laki-laki.
BACA JUGA: Pemilu Gado-gado
Demikian UU Nomor 12 Tahun 2003, beberapa kali perubahan hingga menjadi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam undang-undang tersebut, wanita memiliki kuota sebesar 30% untuk turut serta di dalam legislatif.
Pemberdayaan perempuan merupakan komitmen pemerintah sebagai bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia. Pemberdayaan perempuan ini termasuk untuk mengangkat status perempuan untuk dapat setara dengan laki-laki.
Peluang bagi perempuan berkarya juga diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 dan hadist Rasulullah SAW yang menjelaskan bahwa “menuntut ilmu itu wajib bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan”.
Representasi Perempuan di Pemilu 2024
Dari uraian di atas ada keterbuktian bahwa keterwakilan perempuan dalam legislatif sudah sangat sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang tersebut.
Betty, Anggota KPU RI, menjelaskan bahwa kebijakan afirmatif sudah keluar dalam PKPU 10 Tahun 2023 Pasal 8 ayat 1 huruf (c), ini yang sedang diminta oleh putusan Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan tindak lanjut, antara lain daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen setiap dapil, setiap tiga orang dapat paling sedikit satu orang bakal calon perempuan.
Terkait tantangan keterpilihan perempuan, Betty menjelaskan salah satunya adalah afirmative action pencalonan perempuan hanya memberikan akses pencalonannya saja. Sementara pada proses kontestasinya untuk mendapatkan kursi mungkin masih terdapat banyak ketimpangan dalam strategi berpolitik, akses informasi, berelasi dengan calon konstituen. Menurutnya, pencalonan perempuan masih dominan dilandasi oleh faktor kekerabatan.
Namun hal tersebut menurutnya bukan untuk membuat pesimis kaum perempuan. Betty menjelaskan beberapa alasan perempuan untuk berperan dalam gelaran pesta demokrasi Pemilu 2024.
Seperti memberikan keseimbangan dalam mewarnai perumusan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, dan pengawasan. Memberikan perempuan ruang berekspresi dalam menyampaikan kepentingan politik secara mandiri. Mengurangi tingkat diskriminasi terhadap perempuan. Meningkatkan keadilan gender dalam ruang pendidikan, sosial, politik, budaya, dan agama.
BACA JUGA: Peradaban Politik Indonesia dan Fenomena-fenomena yang Terjadi
Dalam hal ini perempuan harus terus meningkatkan peranannya. Pendidikan politik, kaderisasi, dan rekrutmen yang serius dari partai politik untuk mendorong kuantitas dan kualitas representasi perempuan. Membangun tradisi literasi yang unggul agar terwujud intelektual perempuan yang memihak.
Keterwakilan Perempuan Dalam Pemilu 2024
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan 9.917 daftar calon tetap (DCT) anggota DPR RI pada Pemilu 2024. Jumlah tersebut berasal dari 18 partai politik (parpol) yang tersebar di 84 daerah pemilihan (dapil) di Indonesia.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyebut, seluruh parpol peserta Pemilu 2024 sudah memenuhi persyaratan keterwakilan perempuan dalam pencalonan, yakni minimal 30% dari daftar calon yang diajukan atau ditetapkan.
Berikut daftar lengkap keterwakilan perempuan di DCT anggora DPR dari 18 partai politik peserta Pemilu 2024:
BACA JUGA: Politik Uang dan Pembusukan Demokrasi
Kesimpualan
Hak politik keterwakilan perempuan dalam sistem Pemilu proporsional representatif pada pemilihan anggota legislatif pada Pemilihan Umum Tahun 2024 ini sudah sangat memenuhi prinsip inklusif.
Disamping itu, proporsional representasi juga memberikan kesempatan bagi semua partai untuk memaksimalkan keseluruhan suara yang mereka dapatkan.
Sistem proporsional representatif terbuka memberikan kesempatan yang sama untuk tiap-tiap kandidat baik pria maupun perempuan, memenuhi syarat minimal 30% keterwakilan perempuan sebagai peserta Pemilu.
Dengan demikian keterwakilan perempuan diparlemen akan semakin baik dari yang sudah ada. Namun demikian pendidikan politik, kaderisasi, dan rekrutmen yang serius dari partai politik tetap dilakukan untuk mendorong keterwakilan perempuan yang berkualitas.
====
Penulis Mahasiswa Pascasarjana Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]