Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Jepang kehilangan predikatnya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia karena mengalami resesi. Alhasil, titel tersebut kini dipegang oleh Jerman.
Perekonomian negara berjuluk 'Negeri Matahari Terbit' terjun ke dalam resesi pada akhir 2023. Pasalnya, Produk domestik bruto (PDB) turun 0,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada periode Oktober-Desember 2023 setelah turun 3,3% pada kuartal sebelumnya.
Padahal, ekonom sebelumnya memperkirakan median pertumbuhan Jepang akan naik sebesar 1,4%. Sedangkan secara triwulanan, PDB turun 0,1% dibandingkan perkiraan median yang memperkirakan kenaikan 0,3%.
Sejumlah analis pun mewanti-wanti terjadinya kontraksi tambahan pada kuartal I-2024 karena berbagai hal. Mulai dari lemahnya permintaan dari China, lesunya konsumsi masyarakat, dan terhentinya produksi di salah satu unit Toyota Motor Corp (7203.T). Semua itu menunjukkan adanya tantangan menuju pemulihan ekonomi.
"Yang paling mencolok adalah lesunya konsumsi dan belanja modal yang merupakan pilar utama permintaan domestik," kata Ekonom Eksekutif Senior di Dai-ichi Life Research Institute, Yoshiki Shinke, dilansir dari Reuters, Kamis (15/2/2024),
"Perekonomian akan terus kekurangan momentum untuk saat ini tanpa adanya pendorong utama pertumbuhan," sambungnya.
Kontraksi dua kuartal berturut-turut biasanya dianggap sebagai definisi resesi teknis. Meskipun banyak analis masih memperkirakan Bank of Japan (BOJ) akan menghentikan stimulus moneternya secara bertahap pada 2024, data yang lemah menimbulkan keraguan terhadap perkiraan Bank of Japan bahwa kenaikan upah akan mendukung konsumsi dan menjaga inflasi tetap berada di sekitar target 2%.
"Penurunan PDB dua kali berturut-turut dan penurunan permintaan domestik tiga kali berturut-turut adalah berita buruk, meskipun revisi tersebut dapat mengubah angka akhir," ucap Ekonom Senior Moody's Analytics, Stephan Angrick.
"Hal ini mempersulit bank sentral untuk membenarkan kenaikan suku bunga, apalagi serangkaian kenaikan," lanjutnya.
Menteri Perekonomian Jepang, Yoshitaka Shindo, pun menekankan perlunya mencapai pertumbuhan upah yang solid untuk mendukung konsumsi. Ia menggambarkan hal itu sebagai "kurangnya momentum" karena kenaikan harga.
"Pemahaman kami adalah bahwa BOJ memperhatikan secara komprehensif berbagai data, termasuk konsumsi, dan risiko terhadap perekonomian dalam mengarahkan kebijakan moneter," bebernya.
Nilai mata uang yen sendiri tercatat stabil setelah data perekonomian dirilis pemerintah Jepang. Nilai yen Jepang berada di level 150,22 per dolar namun berada dekat di level terendah tiga bulan terakhir.
Indeks rata-rata ekuitas Jepang yakni Nikkei (.N225) tercatat naik 0,8%, membalikkan sejumlah penurunan yang terjadi pada sesi sebelumnya. Hal ini emungkinan karena ekspektasi pasar bahwa BOJ akan melanjutkan program pelonggaran besar-besaran lebih lama dari perkiraan.
Adapun secara triwulan, PDB Jepang turun 0,1% dibandingkan perkiraan median kenaikan 0,3%, dan dibandingkan dengan kontraksi 0,8% pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, data Pemerintah Jepang pun menunjukkan konsumsi swasta turun 0,2%, berkebalikan dengan proyeksi ekonom bahwa akan ada kenaikan 0,1%. Adapun konsumsi swasta sendiri mencakup lebih dari separuh aktivitas ekonomi.
Kemudian belanja modal, mesin pertumbuhan utama sektor swasta lainnya, turun 0,1%, dibandingkan perkiraan kenaikan 0,3%. Permintaan eksternal, atau ekspor dikurangi impor, menyumbang 0,2 poin persentase terhadap PDB karena ekspor naik 2,6% dari kuartal sebelumnya.(dtf)