Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Satuan Pamong Praja (Satpol PP) Deli Serdang diduga tidak serius melaksanakan tugasnya dalam merobohkan pagar tembok ilegal yang terletak di 4 titik di Jalan Irian Barat, Dusun 24, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang.
Padahal, tembok setinggi 4 meter ini tidak sekadar menutupi akses jalan warga tapi juga merugikan pemilik lahan yang berada dalam bangunan tembok. Terlebih pembangunan tembok yang berdiri di atas lahan Fuandy Susanto ini tidak memiliki IMB.
Fuandy Susanto telah melayangkan surat keberatan sejak tanggal 6 Oktober 2023 lalu kepada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam hal ini Satuan Polisi Pamong Praja.
Surat keberatan disampaikan atas tindakan Eliwanto, warga Jalan Danau Sunter Barat Tanjung Priuk Jakarta Barat yang telah membangun pagar tembok di atas lahan miliknya yang juga mengenai jalan umum.
Namun hingga 06 Maret 2024, tembok tanpa izin itu masih berdiri tegak karena belum ada tindakan nyata dari Satpol PP Deliserdang terhadap permasalahan tersebut.
Satpol PP Deliserdang hanya mengeluarkan tiga kali Surat Peringatan yang hanya meminta kepada Eliwanto sebagai penanggungjawab bangunan pagar untuk membongkar sendiri karena tidak memiliki IMB/PGB dan berdiri diatas tanah milik warga bernama Fuandy Susanto.
“Satpol PP Deliserdang hanya melayangkan Surat Peringatan, namun tanpa melakukan perbuatan nyata yang berarti di lapangan,” ungkap Fuandy Susanto dalam keterangannya, Kamis (7/3/2024).
Dalam surat peringatannya, Satpol PP Kabupaten Deli Serdang meminta Eliwanto sebagai penanggung jawab bangunan pagar untuk membongkar sendiri karena tidak memiliki IMB/PBG dan berdiri di atas tanah milik Fuandy Susanto.
Namun yang disesali oleh Fuandy Susanto dari surat peringatan (SP) II, SP III dari Satpol PP Deliserdang adalah instansi tersebut tidak membuat alamat lengkap Eliwanto yang menjadi pihak yang harus bertanggung jawab keberadaan pagar tembok tersebut.
"Kesannya Satpol PP itu seperti bermain-main. Membuat surat tapi tak memiliki alamat lengkap. Karena di dunia ini yang namanya Eliwanto kan bukan cuma seorang," imbuhnya.
Fuandy Susanto juga kecewa karena karena ada oknum Satpol PP berinisial P yang meminta kepadanya sejumlah uang sebagai syarat untuk merobohkan pagar tembok yang menutupi akses pintu belakang lahannya sebanyak 3 kavling yaitu kavling 116,117 dan 118.
"Padahal saya ini korban yang di atas lahan saya dibangun pagar, mengapa saya yang harus bayar. Harusnya yang bertanggung jawab itu adalah saudara Eliwanto sesuai surat aduan saya," tuturnya.
Fuandy pun menjelaskan kronologis awal mula dia mengetahui lahannya ditembok oleh terduga Eliwanto yang merupakan salah seorang pemilik lahan di dalam bangunan tembok tersebut.
Fuandy membeberkan perkenalannya dengan Eliwanto karena Eliwanto membeli satu kavling lahannya, yakni kavling 115 yang posisinya berada di pinggir jalan besar Irian Barat Sampali.
Diakui Fuandy pihak Eliwanto pernah berencana membeli keseluruhan lahan miliknya namun belakangan transaksi jual beli itu gagal.
Kronologis asal mula penembokan pagar diatas lahan miliknya diketahui pihak Fuandy secara tidak sengaja pada September 2023. Istrinya Fuandy secara tidak sengaja melintasi lahan miliknya saat ingin sembahyang ke Vihara.
Istrinya Fuandy merasa heran dengan keberadaan tanah timbun di atas lahan miliknya menanyakan siapa yang menyuruh masuk tanah timbun.
Para pekerja menjawab bahwa lahan 4 kavling di dalam tembok telah milik Eliwanto yang berdomisi di Jalan Danau Sunter Barat Tanjung Priuk. Dan mengatakan rencananya jalan umum tersebut mau dibeton oleh Eliwanto.
Kepada pekerja istri Fuandy pun berkata bahwa Kavling 116,117 dan 118 yang masih status tanah kosong tersebut bersertifikat milik Fuandy alias suaminya.
"Jadi sudah ketahuan niat tidak baik saudara Eliwanto membangun pagar tembok di lahan saya yang juga mau kuasain jalan umum tersebut," ungkap Fuandy.
Mengetahui lahannya yang berbatasan dengan jalan umum ditembok Fuandy pun melayangkan surat pertama pada tanggal 6 Oktober 2023 kepada Eliwanto dan semua instansi terkait.
Isi surat tersebut meminta agar segera tembok yang sudah lama dibangun Eliwanto termasuk tembok jalan umum yang lebarnya 8 meter tersebut untuk segera dibongkar.
Surat resmi tersebut dikirim ke pihak Eliwanto dan semua instansi terkait dengan tebusan ke sebanyak 3 kali, namun hingga kini tidak ada action yang berarti dari pihak Satpol PP selaku penanggung jawab.
Fuandy mengaku sangat kecewa dengan sikap Eliwanto yang merasa tidak bersalah telah membangun pagar tembok di atas lahannya yang juga mengenai jalan umum.
"Saya sempat konfirmasi via broker Leo Mulijono masalah tembok malah bilang pihak Eliwanto mau merobohkan tembok dengan syarat saya harus ganti rugi Rp100 juta," ucapnya dengan nada bingung.
"Intinya sudah A1 saya korban. Malah oknum Satpol PP mau minta uang sama saya baru bongkar. Pihak Kades juga minta uang jika tembok dirobohkan. Padahal saya mengadu lahan saya dan jalan umum yang ditembok kok malah saya yang harus bayar," ucapnya kecewa.
Wartawan mencoba mengkonfirmasi berita terkait kepada petugas Lapangan Satpol PP hingga ke Kades wilayah setempat, namun telepon dan konfirmasi WA tidak dibalas.
Saat keberadaan tembok ini dikonfirmasi wartawan kepada pihak Eliwanto via telepon Whatapp, Eliwanto mengaku tidak mengenal Fuandy dan tidak mengetahui keberadaan tembok dan kemudian nomor diblokir.
Sementara saat dikonfirmasi via broker Leo Mulijono mengaku menyayangkan sikap Fuandy yang langsung membuat surat kepada pihak Satpol PP karena seharusnya bisa diselesaikan secara internal.
Sementara pihak Fuandy Susanto mengakui telah meminta beberapa kali agar tembok ini dirubuhkan kepada pihak Eliwanto.
Namun karena permintaan tak pernah diindahkan barulah dirinya membuat surat pengaduan resmi ke instansi pemerintah.