Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
JELANG pemilihan kepala daerah atau Pilkada akhir tahun ini, dinamika politik dengan beragam bentuk sedang dilakoni oleh aktor politik. Tentunya kondisi ini kian menghiasi wajah dunia politik negeri ini, namun salah satu kondisi yang tidak kalah bergengsinya dinamika menyebarkan berita bohong atau dalam bahasa agama dikenal dengan hoaks (bohong).
Hoaks atau kabar bohong kembali mengalami kebangkitan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Karakter dunia maya memang tidak mudah dipahami. Apalagi, jika informasi palsu seringkali didesain untuk “memanipulasi emosi” pengguna media sosial hingga menekan rasionalitas dalam memilah informasi.
Di satu sisi, ada fenomena lain yang tak kalah menarik untuk diperhatikan, yakni kebisingan dan kegaduhan orang untuk bersaing mengklaim arti sebuah kebenaran.
Fenomena tersebut sejak beberapa dekade belakangan disebut sebagai era “pasca kebenaran” (post-truth). Akibatnya, berbagai pihak turut memberikan kontribusi terhadap menurunnya kohesi sosial dan meningkatnya potensi kerawanan yang dapat berpengaruh terhadap stabilitas keamanan nasional yang pada akhirnya akan berimplikasi terhadap munculnya berbagai persoalan bangsa yang dapat mengganggu ketangguhan ketahanan nasional
BACA JUGA: Jangan Salah Pilih di Pilkada, Ini Kriterianya
Makna hoaks dalam bahasa Arab adalah terjemah dari kata al-Kadzibu. Sedangkan maknanya dijelaskan oleh Ibnu Mandzur, seorang pakar bahasa dalam kitabnya, Lisanul Arab.
Ibnu Mandzur berkata: “Bohong itu lawan dari jujur. Esensi di balik hoaksbohong telah dijelaskan oleh Imam al-Mawardi dalam kitabnya berjudul Adab Ad Dunya Wa Ad Diin berbunyi: Hakikat bohong yaitu pengkabaran tentang sesuatu yang bertentangan dengan realita. Dan pengkabaran tersebut tidaklah terbatas pada perkataan, akan tetapi terkadang dengan perbuatan. Seperti dengan isyarat tangan, atau dengan anggukan kepala, bahkan terkadang dengan sikap diam.
Literatur bahasa Arab, kata bohong digunakan dalam kondisi disengaja maupun tidak disengaja sebagaimana dalam masalah pembunuhan, terkadang terjadi secara sengaja mapun tidak sengaja.
Contoh makna berbohong secara tidak sengaja sebagaimana dijelaskan dalam hadits di bawah ini: Telah berbohong Abu Sanabil, permasalahannya bukan seperti yang dia katakan. Sungguh engkau telah halal (dinikahi), maka menikahlah. (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
BACA JUGA: Putusan MA, Antara Kepentingan Bersama atau Segelintir Orang?
Syariat Islam sangat melarang terhadap hoaks, begitu juga menyebarkannya. Telah disebutkan dari Abdullâh bin Masûd Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Dan jauhilah oleh kalian berbuat bohong, karena bohong membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berbohong dan memilih kebohongan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai penbohong (pembohong). (HR. Ahmad).
Menyokong pendapat di atas, Alquran sendiri juga melarang kita berbohong, di antaranya : "Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya adzab yang besar". (QS. An-Nur [24] 11).
Fenomena viralnya hoaks di negeri kita ini sudah menjadi trend bahkan korbannya para tokoh dan mereka yang berpendidikan tinggi. Kalau masyarakat awam, tentunya sudah pasti tidak perlu dikupas lagi.
Kita harus ingat bahwa masalah berita bohong di dalam Islam bukan perkara sepele dan harus benar-benar kita jauhi dalam kehidupan sehari-hari, sebab yang namanya adzab itu sudah pasti berat, apalagi Allah tegaskan dengan adzab yang besar.
BACA JUGA: Politik Dinasti, Ambisi dan Cerminan Rakyat
Oleh karena itu pentingnya kita berhati-hati dalam berbohong. Dalam hal ini Allah juga memperingatkan kita tentang bahaya berbohong dalam firman-Nya berbunyi: Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan bohong. (QS. Al-Hajj [22]: 30).
Di era digital seperti saat ini, perkembangan masyarakat digital, hoaks umumnya tumbuh makin subur. Kehadiran internet dan penggunaan teknologi informasi yang makin pervasive menjadi habitus yang memungkinkan akselerasi kemunculan hoaks menjadi lebih mungkin.
Kemunculan hoaks dan kampanye hitam adalah bagian dari risiko yang tidak terhindarkan. Penyebaran hoaks dan kampanye hitam jelas kontraproduktif bagi perkembangan demokrasi di tanah air.
Tindakan menjatuhkan lawan politik melalui berbagai propaganda negatif, selain tidak sehat, sering kali pula menyebabkan kredibilitas tokoh dan lembaga politik yang mendukungnya rusak. Selama ini, kampanye hitam kerap dilancarkan dengan penyebaran informasi yang berbasis data palsu dan rumor yang tidak jelas.
Namun, karena disampaikan berulang-ulang dan diresirkulasi terus-menerus, masyarakat tidak bisa lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Penyebaran hoaks dan kampanye hitam biasanya dikembangkan dengan masif melalui berbagai platform media sosial, seperti Youtube, Facebook, maupun Tiktok.
BACA JUGA: Ormas Agama, Tambang dan Politik Balas Budi
Bagi masyarakat yang tidak kritis, penyebaran hoaks dan kampanye hitam yang begitu meluas dan intensif memang akan memakan korban. Masyarakat menjadi goyah dan terseret dalam konflik idologis yang tidak jelas, bahkan melahirkan tindakan yang radikal.
Telah disebutkan dalam tafsir Ibn Katsir dipertegas dengan hadits Rasulullah: Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa terbesar di antara dosa-dosa besar? Kami menjawab, Tentu, ya Rasulullah. Beliaupun melanjutkan, Berbuat syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. Pada waktu itu beliau duduk dengan bersandar, lalu beliau duduk dengan tegak, lalu meneruskan sabdanya, Hati-hatilah (terhadap) perkataan bohong dan sumpah palsu. Beliau terus-menerus mengulang-ulanginya hingga kami berkata: Semoga beliau diam (HR. Bukhari Muslim).
Berdasarkan paparan di atas, hendaknya jelang Pilkada sebagai salah satu ladang terjadinya Hoaks tentunya diharapkan sosok musuh bernama Hoaks itu dapat diminimalisir bahkan dihindari sekecilnya demi kebaikan dan perbaikan bersama untuk negeri ini. Lantas bagaimana langkah dan usaha kita, sudahkah kita melakukannya?
====
Penulis Kakankemenag Pidie dan Kandidat Doktor UIN Ar-Raniry Banda Aceh
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, merupakan pendapat pribadi/tunggal) penulis, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto penulis (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]