Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Polisi menangkap dan menetapkan tersangka bos First Travel dan istri, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari. Sayang, polisi baru mengenakan pasal penipuan kepada keduanya.
Keduanya dijerat dengan Pasal 55 jo Pasal 378 dan 372 KUHP serta UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE. Padahal, melihat bisnis First Travel dan korban yang cukup banyak, polisi bisa lebih proaktif menggali kemungkinan lain.
"Oleh karena itu aspek penipuan sudah tepat. Namun karena ini pengumpulan dana jemaah, patut diduga ada pengalihan dana untuk keperluan lain (pencucian uang)," kata pakar hukum Prof Hibnu Nugroho, Kamis (10/8).
Polisi Diminta Gali Potensi Pencucian Uang di Kasus First Travel
Menurut polisi, Andika dan Anniesa ditangkap atas dugaan penipuan terhadap ribuan calon jemaah umrah. Pelaku menjanjikan dengan cara menawarkan biaya umrah.
"Kalau melihat modus operandi yang biasa terjadi pengumpulan investasi karena bangkrut, sering karena pengalihan dana nasabah atau kasus ini calon jamaah umroh yang tidak jadi berangkat pada waktu yang dijadwalkan," ujar pengajar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.
Polisi Diminta Gali Potensi Pencucian Uang di Kasus First Travel
Meski Hibnu mengakui, untuk mengusut kasus pencucian uang diperlukan energi lebih dari aparat. Untuk sebuah penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) butuh tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Hal inilah kadang penyidik hanya mengejar predicate crimenya.
"Sekarang tinggal mau tidak polisi menyidik TPPU-nya. Dalam kajian kriminalistik, untuk mengusut TPPU faktor kegigihan dan keseriusan penyidik Polri sangat menentukan," ujar Hibnu.
Andika dan Anniesa ditangkap tidak lama berselang usai jumpa pers di Kemenag pada Rabu (9/8) kemarin. Polisi telah memeriksa 11 saksi terkait dengan kasus tersebut.
"Kedua tersangka merupakan Dirut dan Direktur PT First Anugerah Karya Wisata, penyelenggara perjalanan ibadah umrah," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto. (dtc)