Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Uang elektronik berbasis kartu kini mulai ramai digunakan untuk pembayaran di toko ritel modern, SPBU, kereta commuterline hingga Transjakarta. E-money ini menjadi teknologi pengganti uang tunai menjadi uang elektronik.
Setiap kali top up atau isi ulang, uang nasabah masuk ke dalam uang elektronik tersebut dan berubah menjadi data digital yang biasa disebut saldo. Saldo akan berkurang, tiap kali digunakan.
Uang elektronik sendiri merupakan produk yang dihasilkan dan dikelola oleh perbankan. Tapi kok uang yang masuk e-money tak mendapat bunga dari bank?
Wakil Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Rico Usthavia Frans menjelaskan, e-money hanyalah uang dalam bentuk elektronik. Ia bukan tabungan dan uangnya tidak masuk dalam sistem dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang meskipun mengendap tidak akan mendapatkan bunga.
"Jadi bukan masuk dalam pencatatan DPK, uang di e-money tidak bisa digunakan untuk penyaluran kredit tidak sama dengan uang yang ada di tabungan," kata Rico kepada detikFinance, Jumat (15/9/2017).
Dia mengatakan, karena tidak masuk dalam pencatatan DPK maka bank tidak akan memberikan bunga atau imbal hasil dari pengendapan dana tersebut.
"Memang sesuai aturan BI menyatakan seperti itu, uang mengendap di e-money tidak bisa mempengaruhi loan to deposit ratio (LDR)," jelas dia.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.18/21/DKSP tanggal 27 September 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.16/11/DKSP perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money) ditetapkan saldo maksimal untuk uang elektronik yang teregistrasi adalah sebesar Rp 10 juta. Sementara untuk e-money yang tidak teregistrasi Rp 1 juta.
Sekadar informasi saat ini uang elektronik berbasis kartu yang sudah diterbitkan adalah Flazz BCA, E-money Bank Mandiri, TapCash BNI, Brizzi BRI, Blink BTN, JakCard Bank DKI dan MegaCash keluaran Bank Mega. (dtf)