Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Yangon. Pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus, akan berkunjung ke Myanmar bulan depan. Uskup Katolik Myanmar khawatir jika Paus Fransiskus menyebut 'Rohingya' dalam pidatonya di Myanmar nanti.
Paus Fransiskus dijadwalkan mengunjungi Myanmar yang mayoritas penduduknya menganut Buddha, pada 27 November mendatang. Kunjungan ini dilakukan di tengah krisis kemanusiaan yang memicu eksodus lebih dari 600 ribu warga Rohingya ke Bangladesh dalam dua bulan terakhir.
Operasi militer Myanmar di Rakhine, tempat tinggal Rohingya, memicu kecaman internasional dan bahkan PBB menyebutnya sebagai praktik pembersihan etnis. Namun sebagian besar warga Myanmar mendukung operasi militer itu.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (28/10), kebencian terhadap Rohingya telah mengakar di Myanmar selama bertahun-tahun. Dengan kelompok Buddha garis keras secara rutin memprotes penyebutan nama 'Rohingya', yang oleh kebanyakan warga Myanmar disebut sebagai 'Bengali'.
Para pemimpin Katolik di Myanmar khawatir jika Paus Fransiskus akan semakin memicu pergolakan jika secara spesifik menyebut nama 'Rohingya' bukan 'Bengali' dalam pidatonya nanti. Diketahui bahwa sebelumnya Paus Fransiskus beberapa kali menyampaikan simpati untuk Rohingya.
"Ada kekhawatiran soal penggunaan kata Rohingya (oleh Paus Fransiskus)," ucap juru bicara Konferensi Keuskupan Katolik Myanmar, Bapa Mariano Soe Naing, dalam pernyataannya.
"Kecemasan kami adalah jika dia menyebutnya (Rohingya-red), beberapa persoalan mungkin muncul terhadapnya," imbuhnya.
"Dia akan sangat bijaksana untuk tidak memicu masalah bagi negara yang menjamunya dan juga bagi Gereja," sebut Naing, sembari menambahkan bahwa umat Katolik di Myanmar bersimpati terhadap Rohingya.
Sedikitnya 1,1 juta warga Rohingya mengalami diskriminasi di Myanmar selama beberapa dekade. Mereka dilucuti dari status kewarganegaraannya tahun 1982 dan dibatasi aksesnya terhadap pekerjaan dan pendidikan.
Pemerintah Myanmar selama ini menolak menggunakan istilah 'Rohingya' untuk menyebut mereka. Sementara militer Myanmar menyebut mereka sebagai imigran gelap dari Bangladesh, meskipun sebenarnya Rohingya memiliki sejarah panjang di Myanmar. (dtc)