Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Surabaya. Penyelundupan 14 ekor ular ke Belanda melalui Bandara Juanda digagalkan. Binatang berbisa tersebut dimasukkan dua speaker yang dikemas dalam kardus.
"Penggagalan ini bermula dari informasi yang didapat dari Juanda Mail Processing Centre (MPC) bahwa terdapat paket yang mencurigakan. Setelah diperiksa petugas karantina Surabaya, ditemukan ular yang dimasukkan di dalam dua speaker yang dikemas dalam kardus," ujar Koordinator Bidang Karantina Hewan di Bandara Juanda drh Kundoro, Kamis (9/11/2017).
Modus penyelundupan ini berbeda dibanding modus penyelundupan ular yang juga berhasil digagalkan. Sebelumnya, Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya menggagalkan penyelundupan belasan anak ular berbahaya asal Flores yang akan diselundupkan ke Afrika. Modusnya adalah dengan cara dimasukkan ke boneka minion dan dimasukkan ke kotak berisikan mie instan.
"Modus penyelundupan ini sedikit berbeda dari modus sebelumnya, yaitu dimasukkan dalam boneka anak-anak (Minion)," ujar Kundoro.
Kundoro menjelaskan bahwa 14 ular tersebut termasuk dalam 2 jenis ular yang berbisa dan mematikan di Indonesia. Sebanyak 9 ekor ular diidentifikasi sebagai Ular Anang/Lanang atau King Cobra (Ophiophagus hannah) dan 5 ekor ular lainnya diidentifikasi sebagai Ular Kapak Hijau atau Indonesian Pit Viper (Trimeresurus hageni/Parias hageni).
"Ular Anang adalah ular berbisa terpanjang di dunia dengan panjang tubuh ular dewasa secara keseluruhan mencapai sekitar 5,7 meter. Ular yang menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) 3.1, status konservasinya termasuk dalam kategori rentan," papar Kundoro.
Ular Anang, kata Kundoro, merupakan spesies endemik di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Bali. Sedangkan ular Kapak Hijau merupakan spesies endemik yang biasanya hidup di pulau Sumatera.
"Saat ini ular-ular tersebut ditahan di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Juanda. Karena pengirimannya tidak memenuhi persyaratan seperti yang tercantum dalam UU No. 16 tahun 1992, tanpa dilengkapi dengan sertifikat kesehatan dari daerah asal dan tidak dilaporkan serta diserahkan kepada petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina," pungkas Kundoro. (dtc)