Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Aksi solidaritas terus mengalir terhadap Ahmad Zailani, guru agama Islam di SMA Swasta Diponegoro Kisaran, korban dugaan penganiayaan oleh oknum perwira Polisi AKP EP mantan Kasat Pol Air Polres Serdangbedagai.
Bahkan MUI melalui Lembaga Advokasi Umat Islam (LADUI) Asahan, Pimpinan Daerah Muhammadiyah, PGRI , MGMP PAI, ICMI Muda Asahan maupun Kepala Sekolah SMA Swasta Diponegoro Kisaran siap mengawal jalannya proses hukum di Pengadilan Negeri Kisaran. Pada sidang perdana yang dijadwalkan Senin (5/3/2018), mereka akan hadir ke PN Kisaran.
Selain memberikan dukungan moral kepada korban juga sebagai dukungan kepada majelis hukum yang menyidangkan terdakwa EP dan putrinya PSH agar bersikap adil dan bijaksana berdasarkan fakta dan bukti-bukti di persidangan tanpa terpengaruh bentuk intervensi dari pihak manapun.
"Berdasarkan pertemuan Jumat lalu, Ladui MUI, PGRI dan juga ormas islam lainnya sepakat untuk hadir di sidang perdana Senin nanti. Kami sepakat akan terus mengawal proses hukum terhadap saudara Ahmad Zailani yang menjadi korban penganiayaan oleh Oknum Polisi dan anak pelaku," ujar Kuasa Hukum Korban Zulkifli AR SH MH dan Zulham Rany, SH kepada wartawan Minggu, (4/3/2018).
Dikatakan Zulkifli AR, telah terjadi dugaan pengaburan pasal terhadap terdakwa dimana sebelumnya pihak penyidik berdasarkan penyidikan dan gelar perkara penyidik Kepolisian Polres Asahan menjerat kedua pelaku dengan Pasal 170 (1) jo Pasal 351 (1). Namun saat penyerahan berkas penyidikan ke Kejaksaan, pihak Kejaksaan Negeri Kisaran memberikan petunjuk agar dilakukan rekontruksi terhadap perkara (P19).
Singkatnya, katanya, berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan Hasil penyidikan (SP2HP) dari Polres Asahan bahwa berkas di kembalikan dan Jaksa Kejari Asahan memberikan petunjuk bahwa tersangka PSH tidak memenuhi Pasal 170 (1) KHUPidana sub 351 (1) KUHPidana melainkan Pasal 352 KUHPidana.
Terkait dugaan pengaburan Pasal ini pihaknya telah menyurati Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk memeriksa Jaksa yang menangani perkara ini yakni Nuri Fitriani, Kasi Pidum Nixon Andreas Lubis dan juga Kajari Asahan.
"Makanya kita berharap nantinya majelis hakim benar-benar melihat fakta yang ada sehingga pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya," ujarnya.
Sementara itu ICMI Muda Kota Medan menyayangkan terjadinya penganiayaan yang dilakukan oknum perwira Kepolisian terhadap guru agama hanya karena guru agama tersebut menasehati anaknya karena tidak mengikuti pesantren kilat saat bulan Ramadhan 1438 H. Seharusnya sebagai orangtua, pelaku berterimakasih dan lebih menghargai upaya para guru agama islam dalam mendidik siswa-siswanya agar berahklak mulia.
"Pertama tentu kita sangat prihatin dengan kekerasan terhadap guru. Apalagi kekerasan ini terjadi di lingkungan sekolah dan bahkan hanya karena guru menasehati muridnya yang tak mengikuti kegiatan di sekolah. Tentu ini citra buruk bagi dunia pendidikan kita kalau sampai pelaku tak dihukum sesuai dengan perbuatannya," ujar Irvan Sugito pengurus ICMI Muda Kota Medan.
Ironisnya lagi, lanjut Irvan, jika penegakan hukum tidak sebanding dengan perbuatan pelaku tentu akan menjadikan trauma bagi para guru dalam mendidik siswanya.
"Kita sepakat menolak adanya kekerasan fisik terhadap guru maupun siswa. Tapi hanya menasehati untuk hal yang baik dan sifatnya mendidik, terus siswa itu mengadu ke orangtuanya dan orangtunya siswa datang kesekolah mengamuk dan melakukan kekerasan fisik terhadap guru. Bisa rusak negeri ini. Apalagi yang melakukan itu seorang perwira polisi. Saya dengar pakai mengancam tembak lagi. Saya yakin kedepan guru-guru akan trauma dan tak maksimal memberikan pendidikan kepada muridnya," terang Irvan lagi.
Irvan pun berharap dengan adanya kejadian ini, menjadi pembelajaran bagi semua pihak, khususnya pemerintah dalam melindungi guru dan murid lewat sebuah regulasi. ICMI Muda Kota Medan akan mendorong Pemerintah agar mengeluarkan Perda Perlindungan Guru dan Peserta Didik agar kasus-kasus serupa tidak terulang hingga merugikan dunia pendidikan.