Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pada semester II 2017 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan pemeriksaan atas pengelolaan subsidi tahun 2016, khususnya subsidi energi terhadap dua BUMN.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2017, subsidi yang dimaksud meliputi subsidi listrik pada PT PLN (persero) dan subsidi BBM tertentu dan LPG tabung 3kg serta penyaluran BBM khusus penugasan (JBKP) pada PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo.
Pemeriksaan atas pengelolaan subsidi secara umum bertujuan untuk menilai kewajaran perhitungan nilai subsidi yang layak dibayar oleh pemerintah, serta menilai apakah pelaksanaan subsidi telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam IHPS II-2017 tersebut, BPK telah memeriksa perhitungan subsidi tahun 2016 yang mengungkapkan koreksi subsidi negatif senilai Rp 1,63 triliun. Dengan demikian BPK telah membantu menghemat pengeluaran negara negara senilai Rp 1,63 triliun dengan mengurangi nilai subsidi yang diajukan BUMN.
Jumlah subsidi tahun 2016 yang harus dibayar pemerintah menjadi lebih kecil yaitu dari Rp 93,99 triliun menjadi Rp 92,36 triliun. Pemerintah telah membayar subsidi senilai Rp 65,07 triliun, sehingga kurang membayar subsidi tahun 2016 senilai Rp 27,29 triliun kepada dua perusahaan.
Rinciannya untuk PLN sebesar Rp 58,08 triliun, dan telah dibayar pemerintah sebesar Rp 50,81 triliun, sehingga ada kekurangan bayar Rp 7,22 triliun.
Kemudian untuk Pertamina dan PT AKR, untuk subsidi jenis BBM tertentu sebesar Rp 10,13 triliun. Pemerintah telah membayar Rp 4,42 triliun, sehingga jumlah yang belum dibayar Rp 5,71 triliun. Kemudian untuk subsidi LPG tabung 3kg sebesar Rp 24,18 triliun, dan sudah dibayar pemerintah Rp 9,83 triliun, sehingga yang belum dibayar Rp 14,35 triliun.
Selain melakukan koreksi subsidi, hasil pemeriksaan atas pengelolaan subsidi menyimpulkan perusahaan belum sepenuhnya merancang dan melaksanakan sistem pengendalian intern secara memadai untuk mencapai tujuan pengendalian, serta belum mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(dtf)