Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Layanan Visa Fasilitas System (VFS) yang baru dilaunching dan akan diterapkan pada 24 Oktober mendatang diminta dibatalkan atau ditunda. Kebijakan ini dianggap akan mempersulit calon jamaah umrah sekaligus menambah anggaran yang harus dialokasikan.
“Pemerintah Saudi menunjuk satu perusahaan yang bernama VVS/ Tasheel yang berbasis di Dubai diketuai salah seorang dari Mesir. Mereka yang akan mengambil data biometrik sekaligus sidik jari calon jemaah umroh. Jadi jika kedepan seorang jamaah umrah akan berangkat, harus datang membawa pasport, dan kemudian melaporkan ke kantr perwakilan VFS Tasheel di beberapa kota di Indonesia,” ujar Director Adliyah Travel, H Ikhwansyah Nasution, disela-sela kunjungan kerja DPD RI di Kantor Kemenag Sumut, Selasa (2/10/2018).
Setelah diambil biometrik dan sidik jari sambung H Ikhwansyah Nasution, barulah boleh mengajukan visa umroh. “Visa umrahnya keluar baru mereka berangkat, dan ini dikenai biaya $7 per orang,” ujarnya.
Hal ini jelasnya, akan membuat jamaah repot. Terutama bagi jamaah yang letak rumahnya jauh dari kantor VFS Tasheel ini. Semisal bagi masyarakat yang berada di Panyabungan, harus datang ke Kantor Tasheel, setelah itu baru bisa mengajukan visa umrah. Selain itu sambungnya, dengan biaya $7 perorang, bisa dibayangkan dengan jumlah 1.005.086 jamaah setiap tahunnya, nilainya lebih dari $7 juta. Nilai ini mendekati Rp100 juta dalam satu tahun.
Karenanya, sebut pengurus Asosiasi Muslim Pengusaha Haji dan Umrah (Ampuri ) Sumbagut ini, pihaknya menolak proses ini dan meminta dibatalkan. Sebab secara global, ada sejumlah negara juga yang menolak hal menerapkan VFS ini, seperti Malaysia. Sementara Pakistan kebijakan ini ditunda hingga enam bulan kedepan setelah membuat surat keberatan.
H Ikhwansyah Nasution menambahkan jangan sampai VFS Tasheel ini, visa calon jamaah tidak keluar sehingga membuat orang gagal berangkat umrah. Ia mengaku hingga Desember mendatang sudah ada sekira 400 orang jamaah yang sudah mendaftar di travel . “Ini dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk membatalkan atau menuinda proses ini agar keberangkatan jamaah tidak terkendala,” harapnya.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI), H Dedi Iskandar Batubara berharap Arab Saudi meninjau kebijakan tersebut. Sebab sebagaimana diketahui, keinginan masyarakat akan berangkat umrah ini dari tahun ke tahun, semakin tinggi. “Saya sepakat, ini dibatalkan,” ujar Dedi sembari mengatakan kebijakan tersebut berimbas bagi sulitnya warga untuk berangkat umrah.
Menurutnya, pemerintah harus ikut campur menyikapi keresahan pelaku usaha travel umrah ini. “Kalau negara lain bisa dibatalkan, kenapa kita tidak. Pemerintah melalui kemenag harus membuat terobosan, paling tidak menyurati Kedubes Arab Saudi untuk Indonesia untuk meninjau ulang kebijakan ini,” pungkasnya.
Untuk diketahui Kedutaan Arab Saudi 29 September 2018, meresmikan layanan VFS/Tasheel di Indonesia. Kedutaan Besar Arab Saudi menyebutkan terhitung 24 Oktober 2018, semua pengajuan visi ke negara mereka harus menyertakan rekam biometrik. sesuai dengan penunjukannya, terhitung tahun 2018, VFS/Tasheel akan menyediakan biometrik (perekam sidik jari dan wajah) bagi pemohon visa umrah dan haji di Indonesia.