Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Di tingkat dunia, negeri Pancasila ini adalah runner-up pembuang sampah plastik di lautan. Namun Indonesia bisa saja menjadi 'juara dunia' melampaui Republik Rakyat China.
"Kalau kita tidak hati-hati, bisa-bisa kita malah naik peringkatnya, karena China sudah bekerja keras juga untuk mendorong mengurangi sampahnya," kata Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Safri Burhanuddin, Sabtu (24/11/2018).
Posisi Indonesia sebagai juara kedua tingkat dunia penyumbang sampah di samudera telah dikemukakan oleh Jenna R Jambeck (Universitas Georgia) dkk, sebagaimana dimuat dalam Science Volume 347 Tahun 2015. Jambeck menyebutkan 20 negara yang salah urus (mismanajemen) soal sampah plastik berdasarkan riset tahun 2010 terhadap masyarakat yang berada di 50 km dari garis pantai di 192 negara.
China menempati peringkat 1. Dengan 262,9 juta jiwa penduduk kawasan pesisir, China menghasilkan sampah plastik 8,82 juta metrik ton per tahun atau 27,7% dari sampah plastik dunia. Negara yang digolongkan sebagai 'berpendapatan menengah ke atas' ini menggelontorkan sampah plastik ke lautan sebanyak 1,32 juta hingga 3,53 juta metrik ton tiap tahunnya.
Indonesia berada di ranking 2. Dengan 187,2 juta jiwa penduduk kawasan pesisir, Indonesia menghasilkan sampah plastik yang salah urus sebanyak 3,22 juta metrik ton per tahun, atau setara dengan 10,1 persen sampah plastik di planet ini. Negara yang digolongkan 'berpendapatan menengah ke bawah' ini melarungkan 0,48 juta hingga 1,29 juta ton sampah plastik ke lautan tiap tahunnya.
Di bawah Indonesia, ada Filipina, Vietnam, Sri Lanka, dan Thailand. Satu-satunya negara 'berpendapatan tinggi' di 20 besar penghasil sampah plastik di sini adalah Amerika Serikat, tepat di peringkat 20, menyumbang 0,9% sampah plastik dunia.
Melihat posisi Indonesia yang disorot dunia karena nyampah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan capaian hingga 2025. "Target kita pada 2025, kita harus bisa mereduksi 70% sampah plastik di laut. Hitung-hitungannya, kalau kita bisa mengurangi 70% maka kita bukan hanya menjadi lebih baik di peringkat 10 besar, tapi kita masuk di 15 besar," kata Safri.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut diteken Jokowi pada 17 September 2018. Perpres ini berisi langkah terpadu dalam bentuk Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut 2018-2025 oleh sejumlah kementerian. Negara bakal meningkatkan kesadaran nasional, pengelolaan sampah di darat, penanggulangan sampah di pesisir dan laut, mendanai kegiatan dan menegakkan hukum, serta menguatkan riset.
Melalui Perpres itu pula, Menko Kemaritiman (sekarang Luhut Binsar Pandjaitan) ditunjuk menjadi Ketua Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sekarang Siti Nurbaya Bakar) menjadi Ketua Harian Tim itu. Biaya perang melawan sampah plastik dibebankan ke APBN dan sumber-sumber lainnya.
"Kita minta Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) anggarkan. Kita punya target, bukan cuma berteori tanpa anggaran," kata Safri.
"1 billion US Dollars (1 miliar Dolar AS) untuk lima tahun, yakni 2019 sampai 2024," imbuhnya. Bila saja nominal itu dikonversikan ke Rupiah saat ini, maka menjadi Rp 14.610.000.000,00 alias Rp 14,5 triliun lebih.
Dia mengaku anggaran ini belum diketok sah oleh DPR, namun secara umum sudah diusulkan dan diterima. Duit 1 miliar Dolar AS ini bukan berada dalam satu anggaran, melainkan berada di anggaran masing-masing kementerian dan lembaga yang terlibat. Setahun sekali, Tim Penanganan Sampah Laut harus melapor ke Presiden.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengutip data non fisik Adipura 2015-2016 menyampaikan grafik komposisi sampah 2016 terdiri dari 40% sampah sisa makanan, 17% kayu ranting daun, 16% plastik, 10% kertas, 4% logam, 3% kain tekstil, 2% karet kulit, 2% kaca, dan 6% jenis sampah lainnya. "Komposisi sampah secara nasional yang dominan adalah sampah organik sebesar 57%, sementara sampah plastik sebesar 16%," demikian disampaikan KLHK dalam dokumen paparannya.
Berdasarkan 'Laporan Sintesis: Hotspot Sampah Laut Indonesia 2018', disponsori World Bank Group, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman RI, Kedutaan Denmark, dan Kedutaan Norwegia, komposisi limbah padat perkotaan rata-rata di Indonesia terdiri dari 63,17% sampah organik yang mudah terurai, plastik menempati urutan kedua dengan 13,16%, kertas 8,75%, kayu 6,97%, tekstil 2,03%, logam 1,06%, gelas 0,99%, styrofoam 0,07%, karet 0,01%, dan jenis lain-lain 3,71%.
Angka diatas merupakan hasil penelitian di 15 kota di Bali, Lombok, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Dikerucutkan lagi, sampah di aliran air punya komposisi sebagai berikut: sampah organik 44%, popok 21% (sekali pakai dan mengandung plastik juga), kantong plastik 16%, kemasan plastik 5%, gelas dan logam 4%, botol plastik 1%, dan plastik lain 9%. Adapun Jenna R Jambeck menyatakan komposisi plastik pada sampah di Indonesia adalah 11%.(dtc)
EDITOR HISAR HASIBUAN