Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada bulan Juli 2019 ini berpotensi mengalami kebakaran hutan.
Bahkan, Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan Edison Kurniawan menyampaikan, tingkat bahaya kebakarannya berada dalam kategori sedang hingga Tinggi untuk dibeberapa Kabupaten.
"Yakni untuk wilayah Deli Serdang, Humbahas, Karo, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Padang Lawas Utara, Pakpak Bharat, Serdang Bedagai, Simalungun, Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, serta Tapanuli Tengah," ungkapnya kepada medanbisnisdaily.com, Sabtu (20/7/2019).
Edison menjelaskan, berdasarkan data satelit MODIS (TERRA-AQUA) yang dirilis selama tahun 2019 menunjukkan bahwa akumulasi jumlah hotspot di wilayah Provinsi Sumut mencapai 111 titik (dengan tingkat confidence level < 50%). Hotspot ini lanjut dia, tersebar di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Pakpak Bharat, Samosir, Karo, dan juga Padang Lawas.
"Namun jumlah ini sebenarnya masih rendah dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 817 titik dan tahun 2015 sebanyak 560 titik dengan tingkat confidence level > 50%," jelasnya.
Selain itu, Edison juga menerangkan, jumlah hotspot di Sumut tahun 2019 juga masih lebih rendah dibandingkan Propinsi Riau sebanyak 1.540, Kalimantan Barat sebanyak 387 dan bahkan Sumatera Selatan sebanyak 138. Namun begitu, menurut Edison, hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja, karena potensi hotspot di Sumut juga akan cenderung meningkat khususnya pada memasuki fase musim kemarau.
"Oleh karena itu, BMKG berharap agar selama musim kemarau pemerintah pusat dan daerah saling bersinergi dalam upaya antisipasi kebakaran hutan di 8 propinsi utama yakni di Kalimantan dan Sumatera," harapnya.
Untuk itu, Edison menyebutkan, ada 6 langkah yang harus dilakukan dalam mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang ada. Langkah pertama, papar dia adalah, agar semua kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, pemerintah kota untuk menguatkan sinergi antar instansi.
"Memperkuat sinergi antar instansi adalah hal yg utama yag harus dilakukan. Hilangkan egosektoral sehingga aksi pencegahan dan pengendalian bisa lebih efektif. Serta harus proaktif dengan turun langsung ke lapangan sehingga kehadiran pemerintah dirasakan oleh masyarakat," ucapnya.
Untuk langkah kedua, sambungnya, adalah agar proses dan penegakan hukum terus dilaksanakan, dan yang bersalah harus ditindak tegas terutama terhadap pembakar hutan dan lahan baik sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun perdana agar tidak terulang-ulang lagi. Langkah ketiga agar peristiwa kebakaran lahan gambut ini tidak terulang, maka harus dilakukan perbaikan dan penataan ekosistem.
"Untuk itulah pemerintah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG)," terangnya.
Kemudian untuk langkah keempat, Edison mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan saluran pompa air, embung, satgas, hingga posko-posko. Selain itu patroli terpadu tetap di jalankan bersama TNI dan Polri bersama dengan BNPB/BPBD Propinsi/Kabupaten/Kota.
Sedangkan langkah kelima, ialah budaya sebagian masyarakat yang masih memiliki kebiasaan membakar hutan untuk ladang sepertinya harus dicari solusinya, meski hal ini memang tidak mudah diselesaikan lantaran terkait kearifan lokal dan sebagainya.
"Terakhir, kebakaran hutan juga dapat terjadi akibat kegiatan manusia antara lain dalam rangka membuka lahan untuk perkebunan atau karena kelalaian; tidak mematikan api unggun atau membuang puntung rokok yang masih menyala. Untuk itu pemerintah harus menindaktegas terkait dengan kondisi dan kebiasaan tersebut," pungkasnya.