Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Banyak alasan mengapa orang tua memilih homeschooling dalam mendidik anaknya. Antara lain, karena si anak berkebutuhan khusus atau tempat tinggal anak jauh dari sekolah. Atau juga karena alasan-alasan lain yang sifatnya kasuistik. Namun tidak begitu bagi Sukma. Warga Medan Johor yang juga alumnus Psikologi Universitas Medan Area (UMA) ini, punya alasan tersendiri mengapa pada akhirnya dia memutuskan untuk mendidik anaknya dengan cara homeschooling.
Ditemui di Stasiun Kereta Api Medan, Sukma menceritakan alasan itu kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (28/8/2019). Sukma yang bergabung dengan komunitas sesama pegiat homeschooling di Medan bernama Kidos Explorer ini berkunjung ke stasiun kereta api itu, dalam rangka membawa anak-anaknya field trip dengan sesama anggota komunitas.
"Saya sadar, ke depan, tantangan anak akan banyak sekali. Tidak bisa selalu kita kontrol. Itu hal utama yang membuat saya akhirnya memilih homeschooling untuk kedua anak saya. Saya sebagai orangtua ikut mengambil peran sebagai guru bagi mereka," katanya mulai bercerita.
Tantangan itu sebutnya, bisa disaksikan sendiri di berbagai media, dimana banyak kasus-kasus kriminal menimpa anak. Apakah dari luar, maupun pengaruh buruk yang teradopsi anak tanpa ia sadari.
"Bukan khawatir berlebihan, tapi itu realitas. Karenanya saya memutuskan untuk mendidik kedua anak saya dengan cara homeschooling. Dan sejauh ini hasilnya baik. Bahkan anak saya di umur 4 tahun sudah bisa membaca termasuk baca Alquran," akunya.
Sukma mengaku, saat memilih konsep itu, ia sempat ditentang pihak keluarga. Apalagi mertuanya adalah seorang guru. Tapi ia berupaya meyakinkan keluarganya akan pilihannya itu.
"Kalau mau jujur, hidup ini soal cara bertahan hidup. Makanya mereka penting dikuatkan secara nilai dan keterampilannya. Di sekolah itu memang ada, tapi tidak selalu maksimal dan sulit kita kontrol," akunya.
Soal standart pengetahuan yang diajarkan, lanjut Sukma, dapat disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Kelebihannya, dengan homeschooling, selain orangtua memantau langsung, beragam informasi yang tersebar di ruang publik, bisa dipilah-pilah menyesuaikan psikologis anak.
"Pola belajarnya juga learning by doing. Kami kemari (Stasiun Kereta Api Medan-red) juga dalam rangka membawa mereka ke ruang publik dan mengenalkan mereka yang namanya kereta api. Jadi belajar sambil praktik. Minggu depan bersama komunitas kami akan ke Binjai untuk merasakan naik kereta api bersama. Kemarin anak-anak juga kita bawa ke lokasi outbond untuk dikenalkan belajar menanam padi," jelasnya.
Diceritakan Sukma, ada banyak alasan lain orangtua yang menerapkan sistem homeschooling. Selain untuk proteksi ada juga yang bertujuan untuk mendidik anak agar punya keterampilan sedini mungkin.
"Ada anak teman, umur 7 sudah bisa menguasai 4 gaya renang. Malah pelatihnya bilang, levelnya sudah kelas instruktur. Besok kalau dia sudah besar, paling tidak ada bekal dia hidup. Mau jadi atlet atau pelatih renang," katanya.
Soal interaksi sosial, dijelaskan Sukma, anak-anak homeschooling tidak ada bedanya dengan anak-anak yang bersekolah formal. Mereka tetap diberikan kebebasan berinteraksi namun tetap didampingi orangtua dan fokus.
"Saya belum tahu, sampai kapan tetap menerapkan homeschooling kepada anak-anak saya. Melihat perkembangan anak itulah nanti. Tapi kalau mau balik ke sekolah formal sebenarnya sudah diatur negara. Misalnya, dengan mengikuti ujian paket. Kalau kita merasa si anak sudah mau kita sekolahkan di SMA, setahun sebelumnya bisa kita privat kan dia biar lebih siap ikut UN SMP. Itu semua ada aturannya," akunya.