Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Bursa Eropa tergelincir dan berakhir di teritori negatif pada perdagangan Rabu (28/8/2019), di tengah kekhawatiran soal resesi global.
Berdasarkan data Reuters, indeks Stoxx 600 Eropa ditutup turun 0,2 persen. Namun, indeks mampu mengikis sebagian penurunannya pada awal perdagangan, didukung indeks FTSE 100 London akibat pelemahan nilai tukar pound sterling setelah Perdana Menteri Boris Johnson mengumumkan rencana untuk menangguhkan parlemen.
Langkah Johnson, yang disetujui oleh Ratu Elizabeth, membatasi kemampuan parlemen Inggris untuk menggagalkan rencana Johnson mengenai Brexit.
"Meski dia [Johnson] menggunakan prosedur parlementer normal, yang berbeda adalah tudingan bahwa hal itu adalah alat untuk membatasi kemampuan mereka yang menentang Brexit tanpa kesepakatan untuk berdebat dan merencanakan,” ujar Ken Odeluga, analis pasar di City Index, London.
Saham Kesemek, Berkeley, Barratt Developments, dan Taylor Wimpey membukukan penurunan terbesar pada FTSE 100, dengan turun antara 3 persen dan 5 persen.
Sementara itu, bursa saham Dublin yang sensitif terhadap pemberitaan Brexit turun 1,3 persen dengan saham maskapai penerbangan berbiaya rendah asal Irlandia Ryanair turun hampir 2 persen.
Gambaran itu lebih beragam untuk seluruh Eropa, dengan indeks DAX Jerman yang sensitif terhadap perdagangan berakhir lebih rendah, tetapi bursa saham Madrid mampu berakhir di wilayah positif.
Adapun bursa saham Milan berakhir datar, membalik pelemahan sebelumnya karena Italia tampaknya mendekati akhir dari gejolak politik terbarunya dengan oposisi Partai Demokrat (PD) mengatakan siap untuk membentuk koalisi dengan Gerakan 5-Bintang.
Di sisi lain, inversi mendalam dalam kurva imbal hasil Treasury AS mengguncang investor tentang kemungkinan resesi global dalam menghadapi perang perdagangan AS-China.
Harga obligasi di Amerika Serikat kemudian memangkas kenaikan sebelumnya setelah indeks utama Wall Street berubah positif.
"Meski ekonomi AS tetap relatif kuat, kurva imbal hasil mungkin sebenarnya memenuhi fungsi tradisionalnya yang tidak hanya mencerminkan ekonomi AS tetapi juga prospek ekonomi global," tambah Odeluga.(bisnis.com)