Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan bahwa laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun anggaran 2018 tidak sesuai standar akuntansi. Pada laporan tersebut, maskapai pelat merah ini membukukan keuntungan.
Namun berdasarkan pemeriksaan BPK atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi BUMN hasilnya ada praktik yang tidak sesuai kriteria dengan pengecualian pada 12 objek pemeriksaan dan tidak sesuai kriteria pada tiga objek pemeriksaan.
Mengutip laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2019, Kamis (19/9/2019), BPK mengungkap ada 246 temuan yang memuat 412 permasalahan. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian salah satunya adalah soal laporan keuangan Garuda Indonesia.
Laporan keuangan Garuda Indonesia masuk dalam IHPS I-2019 yang hari ini diserahkan oleh para pimpinan BPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam IHPS I-2019, BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap BUMN, mulai dari pemeriksaan keuangan, kinerja, hingga kegiatan penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran LPG.
Dokumen IHPS I-2019 diserahkan langsung oleh Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara yang ditemani para pimpinan BPK lainnya. Jokowi sendiri didampingi oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Mensesneg Pratikno, dan Seskab Pramono Anung.
BPK menjelaskan, pelaksanaan kerja sama penyediaan layanan konektivitas dan in-flight entertainment PT Citilink Indonesia (PTCI) yang merupakan anak perusahaan Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) tidak sesuai dengan ketentuan. Terutama mengenai kedudukan para pihak Direktur Utama PTCI hanya bertindak untuk dan atas nama PTCI dan tidak dinyatakan mendapat kuasa dari PT Garuda Indonesia dan PT Sriwijaya Air (PTSA). Oleh karena itu, PT Garuda dan PTSA tidak memiliki kedudukan hukum dalam perjanjian.
Mengenai objek perjanjian, BPK menilai perjanjian kerja sama antara MAT dan PTCI hanya mengatur objek perjanjian PTCI. Sedangkan untuk objek perjanjian terkait dengan aset milik PT Garuda dan PTSA, PTCI tidak memiliki kewenangan.
Selanjutnya, tidak ada jaminan pelaksanaan dari MAT. Hanya sembikan pesawat dari 203 pesawat yang telah memperoleh izin pemasangan dari lessor. Belum ada kesepakatan jadwal instalasi peralatan konektivitas pada pesawat PT Garuda dan PTSA. Selanjutnya, objek perjanjian in-flight entertainment yang dikerjasamakan dengan MAT masih terikat perjanjian antara PT GIA dengan pihak lain.
Menurut BPK, MAT belum melaksanakan sebagian besar lingkup pekerjaan dalam perjanjian kerja sama setelah tanggal efektif dan belum melakukan pembayaran atas tagihan biaya kompensasi sebesar US$ 241,94 juta.
Adapun, permasalahan lainnya adalah pengakuan pendapatan atas transaksi PT CI dengan MAT pada Laporan Keuangan Konsolidasian PT GIA dan Entitas Anak untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2018 tidak sesuai Standar Akuntansi Keuangan. dtc