Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Saat berdiskusi dengan Presiden Direktur dan CEO Manulife Indonesia (MI), Ryan Charland, terungkap kalau Sandwich Generation masih banyak ditemukan di Indonesia.
Hal itu menurut Ryan tak terlepas dari guyubnya hubungan kekeluargaan di sini, namun kurang paham masalah literasi keuangan.
Dijelaskannya, kalau Sandwich Generation adalah sebutan bagi generasi berusia 30 hingga 40 tahunan yang sudah menikah, punya anak yang masih butuh biaya hidup dan pendidikan. Namun pada saat yang bersamaan mereka juga harus membiayai orang tuanya yang sudah sepuh dan tak lagi punya penghasilan.
Di sini bisa diartikan, Sandwich Generation seolah memiliki beban ganda. Di bawah harus membiayai anak-anaknya sendiri; di atas juga harus menanggung biaya orang tua atau adik-adiknya, lantaran orang tuanya tak lagi punya penghasilan.
"Sayangnya itu semua akibat perencanaan pensiun yang buruk dari pendahulu. Semoga hal itu menjadi pelajaran tersendiri bagi generasi sekarang dan selanjutnya, biar kegagalan serupa tidak berulang terus," ujar Ryan.
Lebih lanjut dijelaskannya, Sandwich Generation merebak karena mayoritas orang tua di Indonesia gagal menyusun proses perencanaan pensiun yang baik.
Memperjelas pandangan Ryan, Chief Agency Officer MI Jeffrey Kie, memberikan contoh. "Perhitungan konservatif menunjukkan, sepasang orang tua mungkin butuh minimal 10 per bulan untuk sekedar hidup di kota besar. 5 juta kalau di kota kecil. Artinya, setelah pensiun di usia 56, para orang tua itu harus sanggup menghasilkan Rp 10 juta/bulan," ungkapnya.
Sayangnya, dulu saat masih muda banyak yang tidak memikirkan hal itu. Semua menganggap hidup akan mengalir begitu saja.
Nah pas saat benar-benar pensiun, tiba-tiba bingung darimana bisa dapat uang Rp 10/bulan secara rutin padahal sudah pensiun. Celakanya itu harus dihadapi hingga usia 70an tahun (usia rata-rata hidup orang Indonesia).
Akibatnya, banyak yang kemudian menggantungkan hidup dari setoran bulanan anak-anaknya.
Untuk memutus mata rantai sandwich generation, yang bersangkutan idealnya memiliki penghasilan yang memadai. Selain itu, diperlukan pula perencanaan keuangan yang hati-hati.
Pengelolaan keuangan harus lebih bijak dan pengaturan pengeluaran sudah pasti harus dilakukan
Untuk itu menurut Head of Product MI Richard Sondakh, banyak orang yang salah langkah. Untuk itu, kata dia, MI punya program dengan tingkat kepastian hitung yang tinggi dengan program perencanaan keuangan melalui MiFuture Income Protector (MIFIP).
Program ini dibuat berdasarkan Manulife Investor Sentimeni Index (MISI). "Dari data itu kita ketahui sebagian besar orang Indonesia optimis akan hari tua mereka dengan ekspektasi 57% kehidupannya saat ini," ungkap Richard.
Namun, pada kenyataan, data tersebut menggambarkan umumnya investor MI hanya mampu menyediakan sampai Rpm 100 juta saja di saat memasuki masa pensiun. "Itu paling bisa bertahan 2 - 3 tahun saja," ujar Richard memperkirakan. Sambil menjelaskan, dengan program MIFIP, pensiunan yang mengikuti program itu bisa memperhitungkan angka kemapanannya di usia pensiun.
Untuk membantu masyarakat yang ingin merencanakan kemapanan dimasa pensiun, dijelaskannya, MI punya sekitar 7000 tenaga pemasaran dimana sekitar 500 di Medan dan Sumut umumnya.
Baik Ryan, Richard dan Jeffrey Kie yakin MI bisa memanjakan pasar Medan dengan kejelasan program dan kepastiannya untuk jangka panjang. Apalagi polis MIFIP terbuka untuk usia 30 hari sampai 59 tahun. Menariknya MIFIP bisa dijadikan untuk program warisan bagi anak maupu cucu.
"Itu pun dengan skema pembayaran yang disesuaikan kemampuan peserta program," pungkas Jeffrey kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (25/09/2019).